BAB I
PENDAHULUAN
Tiap makhluk dalam evolusinya akan
mengembangkan dirinya dengan berbagai cara dan mekanisme dalam upaya
menyesuaikan diri terhadap kondisi kehidupan yang mungkin akan
mengancamnya. Contohnya bunglon akan mengubah warna kulitnya sesuai
dengan warna tempat ia hinggap dan berbeda dengan warna aslinya.
Penyesuaian diri atau adaptasi sangat
penting bagi kehidupan manusia sebagai makhluk yang tertinggi tingkat
perkembangannya. Manusia telah mengadakan evolusi dalam penyesuaian
anatomis yang bermaksud untuk melindunginya secara struktural dan
fisiologis yang membantunya menghadapi kebutuhan emosional dan stresnya.
Hal ini untuk membantu kebutuhan bagi afeksi (rasa kasih sayang),
keamanan pribadi, makna pribadi dan pertahanan terhadap efek yang
mungkin akan mengganggu.1
Apabila tubuh manusia melalui proses
fisik dan biokimia guna memelihara keseimbangan fisiologis dan
hemeostatis, maka seseorang melalui proses psikologis yang otomatis dan
tidak sadar akan mencari pemeliharaan stabilitas psikologisnya. Melalui
periode proses perkembangan, seseorang memerlukan berbagai teknik
psikologis dengan cara berupaya guna mempertahankan dirinya, yaitu
dengan membangun kompromi antara impuls-impuls konflik dan menghilangkan
ketegangan dari dalam.
Seseorang membangun rencana pertahanan
untuk menangani baik anxietas, impuls agresif, permusuhan, kebencian
maupun frustasi yang akan dihadapinya. Dengan demikian mekanisme atau
dinamisme mental berfungsi untuk melindungi seseorang terhadap bahaya
yang berasal dari impuls atau afeknya. Kita semua akan mengenakan
mekanisme pertahanan secara terus menerus dan hal ini tidak selalu
patologis. Hidup akan berjalan baik tanpa rasionalisasi dan perlindungan
psikis yang serupa.
Istilah mekanisme pertahanan umum
digunakan dalam usaha penyisihan (warding off) dan ditujukan terhadap
dorongan naluri. Dorongan naluri disisihkan karena sesungguhnya setiap
penyisihan merupakan defensi terhadap afek. Pertahanan langsung terhadap
afek, merupakan defense yang lebih archaik (primitif), kurang
sistematik, namun lebih memainkan peranan. Namun pertahanan akan tertuju
terhadap dorongan naluri, dan umumnya lebih penting dalam hal
terjadinya patogenesa neurosa, dan pertahanan tersebut bersifat lebih
tersusun dan terorganisasi.2
Ego (pribadi) merupakan inti dari
kesatuan manusia, dan bila terjadi ancaman terhadap ego hal ini
merupakan ancaman terhadap tulang punggung (eksistensi) manusia. Manusia
secara bertahap belajar menghadapi mekanisme pembelaan egonya
seandainya ada ancaman terhadap keutuhan integritas pribadinya.
Mekanisme yang sedemikian ini normal terjadi, kecuali bila sudah
sedemikian lanjut sehingga menggangu integritas pribadinya.
Mekanisme yang sedemikian ini penting untuk :
1. Memperlunak kegagalan
2. Mengurangi kecemasan
3. Mengurangi perasaan yang menyakitkan
4. Mempertahankan perasaan layak dan harga diri.
Mekanisme pertahanan tersebut bersifat :
1. Kurang realistik
2. Tidak berorientasi kepada tugas
3. Mengandung penipuan diri
4. Sebagian besar bekerja secara tidak disadari sehingga sukar untuk dinilai dan dievaluasi secara sadar.
Freud menyatakan keberadaan beberapa
mekanisme pertahanan, terutama represi, yang dianggapnya sebagai
mekanisme pertahanan yang penting utama, paling penting, dan paling
sering digunakan.
Penelitian pertama yang menyeluruh
tentang mekanisme pertahanan ditulis oleh Anna Freud dalam bukunya The
Ego and The Mechanisms of Defense, ia menyatakan bahwa setiap orang,
normal atau neorotik, menggunakan mekanisme pertahanan yang
karakteristik dan berulang. Ditekankan juga bahwa ego harus merupakan
pusat terapi psikoanalisis, disamping mengungkapkan derivat dorongan
yang direpresi.
Pengamatannya bahwa “terdapat kedalaman
pada permukaan atau ibaratnya gunung es” mencerminkan pengertiannya
tentang kompleksitas aspek pertahanan dari ego. Pada masing-masing fase
perkembangan libido, komponen dorongan spesifik akan membangkitkan
pertahanan ego yang karakteristik. Misalnya, fase anal berhubungan
dengan pembentukan reaksi, yang dimanifestasikan oleh perkembangan rasa
malu dan rasa mual dalam hubungan dengan impuls dan kenikmatan anal.
Pertahanan dapat dikelompokan secara
hararkis menurut derajat relatif manuritas yang berhubungan dengan
pertahanan. Pertahanan naristik merupakan pertahanan yang paling
primitive, digunakan oleh anak-anak dan orang yang mengalami psikotik.
Pertahanan imatur (yang tidak matang), terlihat pada remaja dan beberapa
pasien non psikotik.
Pertahanan neurotic ditemukan pada pasien
obsesif –kompulsif dan pasien histerikal dan pada orang dewasa yang
berada pada keadaan stress. Dan pertahanan matur (matang) merupkan
mekanisme adaptasi yang normal dan sehat pada kehidupan dewasa.
Pengelompokan matang dan tidak matang tidak kaku dalam batas-batasnya,
dan diantaranya tumpang tindih dan mekanisme serupa dapat terjadi
diantara kelompok yang berbeda.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Status internal manusia selalu diselimuti
dengan kecemasan sebagai produk dari konflik antar struktur kepribadian
yaitu Id, Ego, dan Super Ego. Kemudian termanives ke dalam perilaku
kongkrit dalam mekanisme pertahanan diri atau mekanisme pertahanan ego
(Ego Defense Mechanism).
The Id (Das Es) adalah aspek biologis dan
merupakan sistem original, suatu realitas psikis yang sesungguhnya (The
true psychic reality) dunia batin atau subyektif manusia dan tidak
memiliki koneksi secara langsung dengan realitas obyektif. The Id berisi
hal-hal yang dibawa sejak lahir (unsur-unsur biologis), libido
seksualitas, termasuk juga instink-instink organisme.
The Ego (Das Ich) adalah aspek psikologis
karena adanya kebutuhan sinkronisasi (gateway) antara kebutuhan Id
dengan realitas dunia eksternal. Ego bertugas untuk menyelesaikan
rangsangan lapar dengan kenyataan tentang objek makanan, sehingga
prinsip Ego adalah realitas dunia obyektif.
Super Ego (Das Ueber Ich) adalah aspek
sosiologis yang merupakan nilai-nilai tradisional sebagaimana
ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya berupa perintah-larangan,
ganjaran-hukuman, baik-buruk. Prinsip Super Ego adalah internalisasi
norma-norma lingkungan yang berupaya untuk menekan dorongan Id.
Energi Id akan meningkat karena
rangsangan (impuls) sehingga menimbulkan ketegangan atau pengalaman yang
tidak enak dan menguasai Ego agar bertindak secara kongkrit dalam
memenuhi rangsangan tersebut sesegera mungkin. Di sisi lain Super ego
berusaha untuk menetang dan menguasai Ego agar tidak memenuhi hasrat
dari Id karena tidak sesuai dengan konsepsi Ideal. Dorongan Id yang
primitif tersebut bersifat laten pada alam bawah sadar sehingga tidak
akan mengendor selama tidak memiliki objek pemuas. Pada taraf-taraf
tertentu dorongan ini bisa menjadi distruktif dengan
penyimpangan-penyimpangan perilaku.
Ego berdiri di tengah-tengah kekuatan
dahsyat kebutuhan biologis dan norma. Ketika terjadi konflik di antara
kekuatan-kekuatan ini, ego merasa terjepit dan terancam, serta merasa
seolah-olah akan lenyap dan tidak berdaya digilas kedua kekuatan
tersebut. Perasaan terjepit dan terancam ini disebut kecemasan
(anxiety), sebagai tanda bagi ego bahwa sedang berada dalam bahaya dan
berusaha tetap bertahan.3
Ada tiga jenis kecemasan tersebut:
Pertama, kecemasan realistik, contohnya melihat seekor ular berbisa
dihadapan. Kedua, kecemasan moral, ancaman datang dari dunia Super Ego
yang telah terinternalisasi, contohnya rasa malu, rasa takut mendapat
sanksi, rasa berdosa. Ketiga, kecemasan neurotik, perasaan takut jenis
ini muncul akibat impuls-impuls id.
Ego berusaha sekuat mungkin menjaga
kestabilan hubungannya dengan id dan superego. Namun ketika kecemasan
begitu menguasai, ego harus berusaha mempertahankan diri. Secara tidak
sadar, seseorang akan bertahan dengan cara memblokir seluruh
dorongan-dorongan atau dengan menciutkan dorongan-dorongan tersebut
menjadi wujud yang lebih dapat diterima konsepsi dan tidak terlalu
mengancam. Cara ini disebut mekanisme pertahanan diri atau mekanisme
pertahanan ego (Ego DefenseMechanism).
Bentuk-bentuk Mekanisme pertahanan :
1. Represi
Represi merupakan paling dasar diantara
mekanisme lainnya. Suatu cara pertahanan untuk menyingkirkan dari
kesadaran pikiran dan perasaan yang mengancam. Represi terjadi secara
tidak disadarai.7 Ini merupakan sarana pertahanan yang biasa
mengusir pikiran serta perasaan yang menyakitkan dan mengancam keluar
dari kesadaran.2 Mekanisme represi secara tidak sadar menekan
pikiran keluar pikiran yang mengganggu, memalukan dan menyedihkan
dirinya, dari alam sadar ke alam tak sadar.
Bila seseorang bersama-sama dengan
saudaranya mengalami sesuatu kecelakaan dan saudaranya kemudian
meninggal maka oia merasa “lupa” terhadap kejadian tersebut. Dengan cara
hynosis atau suntikan Phenobarbital, pengalaman yang direpresi itu
dapat dipanggil (di”recall”) dari alam tak sadar kealam sadar.
Represi mungkin tidak sempurna bila itu
yang terjadi maka hal-hal yang direpresikan akan muncul ke dalam impian,
angan-angan, lelucon dan keseleo lidah. Menurut Freud, represi
merupakan mekanisme pertahanan yang penting dalam terjadinya neurosis.
2. Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai
mekanisme pertahanan tetapi sebetulnya merupakan analog represi yang
disadari; pengesampingan yang sengaja tentang suatu bahan dari kesadaran
seseorang; kadang-kadang dapat mengarah pada represi yang berikutnya.6 Rasa tidak nyaman dirasakan tetapi ditekan.4Perlu
dibedakan dengan represi, karena pada supresi seseorang secara sadar
menolak pikirannya keluar alam sadarnya dan memikirkan yang lain. Dengan
demikian supresi tidak begitu berbahaya terhadap kesehatan jiwa, karena
terjadinya dengan sengaja, sehingga ia mengetahui apa yang dibuatnya.
3. Penyangkalan (denial)
Mekanisme pertahanan ini paling sederhana
dan primitive. Penyangkalan berusaha untuk melindungi diri sendiri
terhadap kenyataan yang tidak menyenangkan. Hal ini dilakukan dengan
cara melarikan diri dari kenyataan atau kesibukan dengan hal-hal lain.
Penghindaran penyangkalan aspek yang menyakitkan dari kenyataan dengan
menghilangkan data sensoris. Penyangkalan dapat digunakan dalam keadaan
normal maupun patologis.4
Sebagai contoh, mereka tidak mau mengerti
bahwa dirinya berpenyakit yang berbahaya, menutup mata karena tidak mau
melihat sesuatu yang ngeri, tidak mau memikirkan tentang kematian,
tidak mau menerima anaknya yang terbelakang dan sebagainya.1,2
4. Proyeksi
Impuls internal yang tidak dapat diterima
dan yang dihasilkannya adalah dirasakan dan ditanggapi seakan-akan
berasal dari luar diri. Pada tingkat psikotik, hal ini mengambil bentuk
waham yang jelas tentang kenyataan eksternal, biasanya waham kejar, dan
termasuk persepsi persaan diri sendiri dalam orang lain dan tindakan
selanjutnya terhadap persepsi (waham paranoid psikotok). Impuls mungkin
berasal dari id atau superego (tuduhan halusinasi) tetapi dapat
mengalami tranformasi dalam proses. Jadi menurut analisis Freud tentang
proyeksi paranoid, impuls libido, homoseksual dirubah menjadi rasa benci
dan selanjutnya diproyeksikan kepada sasaran impuls homoseksual yang
tidak dapat diterima.4 Proyeksi merupakan usaha untuk
menyalahkan orang lain mengenai kegagalannya, kesulitannya atau
keinginan yang tidak baik. Misalnya presentasi olah raga yang kurang
baik dengan alasan sedang sakit flu atau tidak naik kelas karena gurunya
sentiment. Mekanisme proyeksi ini digunakan oleh pasien yang
menyebabkan gejala waham atau pasien paranoid.
5. Sublimasi
Sublimasi merupakan dorongan kehendak
atau cita-cita yang yang tak dapat diterima oleh norma-norma di
masyarakat lalu disalurkan menjadi bentuk lain yang lebih dapat diterima
bahkan ada yang mengagumi.2 Orang yang mempunyai dorongan
kuat untuk berkelahi disalurkan dalam olah raga keras misalnya bertinju.
Dokter yang agresif disalurkan menjadi dokter ahli bedah, mengisap
permen sebagai sublimasi kenikmatan menghisap ibu jari.5
6. Reaksi Formasi
Reaksi formasi atau penyusunan reaksi
mencegah keinginan yang berbahaya baik yang diekspresikan dengan cara
melebih-lebihkan sikap dan prilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan untuk dilakukannya. Misalnya seorang anak yang iri
hati terhadap adiknya, ia memperlihatkan sikap yang sebaliknya, yaitu
sangat menyayangi secara berlebihan. Contoh lain seorang yang secara
fanatik melarang perjudian dan kejahatan lain dengan maksud agar dapat
menekan kecendrungan dirinya sendiri ke arah itu.
7. Introyeksi
Introyeksi akan terjadi bila seseorang
menerima dan memasukkan ke dalam penderiannya berbagai aspek keadaan
yang akan mengancamnya. Hal ini dimulai sejak kecil, pada waktu
seseorang anak belajar mematuhi dan menerima serta kan menjadi milikinya
beberapa nilai serta peraturan masyarakat. Lalu ia dapat mengendalikan
prilakunya dan dapat mencegah pelanggaran serta hukuman sebagai
akibatnya. Dalam pemerintahan dan kekuasaan yang otoriter maka banyak
orang mengintroyeksikan nilai-nilai kepercayaan baru sebagai
perlindungan terhadap perilaku yang dapat menyusahkan mereka.
8. Pengelakan atau salah pindah (Displacement)
Terjadi apabila kebencian terhadap
seseorang dicurahkan atau “dielakkan” kepada orang atau obyek lain yang
kurang membahayakan. Seseorang yang dimarahi oleh atasannya dielakkan
atau dicurahkan kepada istri, anaknya atau pembantunya. Kritik yang
distruktif dan desus-desus (gossip) sebagai pembalas dendam merupakan
cara yang terselubung dalam menyatakan perasaan permusuhan.
9. Rasionalisasi
Rasionalisasi merupakan upaya untuk
membuktikan bahwa prilakunya itu masuk akal (rasional) dan dapat
disetujui oleh dirinya sendiri dan masyarakat. Contohnya membatalkan
pertandingan olah raga dengan alasan sakit dan akan ada ujian, padahal
iya takut kalah. Melakukan korupsi dengan alasan gaji tidak cukup.
10. Simbolisasi
Simbolisasi merupakan suatu mekanisme
apabila suatu ide atau obyek digunakan untuk mewakili ide atau obyek
lain, sehingga sering dinyatakan bahwa simbolisme merupakan bahasa dari
alam tak sadar. Menulis dengan tinta merah merupakan symbol dari
kemarahan. Demikian pula warna pakaian, cara bicara, cara berjalan,
tulisan dan sebagainya merupakan simbol-simbol yang tak disadarai oleh
orang yang bersangkutan.
11. Konversi
Konversi merupakan proses psikologi
dengan menggunakan mekanisme represi, identifikasi, penyangkalan,
pengelakan dan simbolis. Suatu konflik yang berakibat penderitaan afek
akan dikonversikan menjadi terhambatannya fungsi motorik atau sensorik
dalam upayanya menetralisasikan pelepasan afek. Dengan paralisis atau
dengan gangguan sensorik, maka konflik dielakkan dan afek ditekan.
Hambatan fungsi merupakan symbol dari keinginan yang ditekan. Seringkali
konversi memiliki gejala atas dasar identifikasi.
12. Identifikasi
Identifikasi merupakan upaya untuk
menambah rasa percaya diri dengan menyamakan diri dengan orang lain atau
institusi yang mempunyai nama. Misalnya seseorang yang meniru gaya
orang yang terkenal atau mengidentifikasikan dirinya dengan jawatannya
atau daerahnya yang maju.
13. Regresi
Regresi merupakan upaya untuk mundur ke
tingkat perkembangan yang lebih rendah dengan respons yang kurang matang
dan biasanya dengan aspirasi yang kurang. Contohnya ; anak yang sudah
besar mengompol atau mengisap jarinya atau marah-marah seperti anak
kecil agar keinginannya dipenuhi.
14. Kompensasi
Kompensasi merupakan upaya untuk menutupi
kelemahan dengan menonjolkan sifat yang diinginkan atau pemuasan secara
frustasi dalam bidang lain. Kompensasi ini dirangsang oleh suatu
masyarakat yang bersaing. Karena itu yang bersangkutan sering
membandingkan dirinya dengan orang lain. Misalnya karena kurang mampu
dalam pelajaran di sekolah dikompensasiakan dalam juara olah raga atau
sering berkelahi agar ditakuti.7
15. Pelepasan (Undoing)
Pelepasan merupakan upaya untuk menembus
sehingga dengan demikian meniadakan keinginan atau tindakan yang tidak
bermoral. Contohnya, misalnya seorang pedagang yang kurang sesuai dengan
etika dalam berdagang akan memberikan sumbangan sumbangan besar untuk
usaha social.
16. Penyekatan Emosional (Emotional Insulation)
Penyekatan emosional akan terjadi apabila
seseorang mempunyai tingkat keterlibatan emosionalnya dalam keadaan
yang dapat menimbulkan kekecewaan atau yang menyakitkan. Sebagai contoh,
melindungi diri terhadap kekecewaan dan penderitaan dengan cara
menyerah dan menjadi orang yang menerima secara pasif apa saja yang
terjadi dalam kehidupan.
17. Isolasi (Intelektualisasi dan disosiasi)
Isolisasi merupakan bentuk penyekatan
emosional. Misalnya bila orang yang kematian keluarganya maka kesedihan
akan dikurangi dengan mengatakan “sudah nasibnya” atau “sekarang sudah
tidak menderita lagi” dan sambil tersenyum.
18. Pemeranan (Acting out)
Pemeran mempunyai sifat yaitu dapat
mengurangi kecemasan yang dibangkitkan oleh berbagai keinginan yang
terlarang dengan membiarkan ekspresinya dan melakukannya. Dalam keadaan
biasa, hal ini tidak dilakukan. Kecuali bila orang tersebut lemah dalam
pengendalian kesusilaannya. Dengan melakukan perbuatan tersebut, maka
akan dirasakan sebagai meringankan agar hal tersebut cepat selesai.7
KESIMPULAN
Mekanisme pertahanan
yang terdiri dari bermacam-macam cara dan seperti diketahui manusia
merupakan mahluk yang tertinggi tingkat perkembangannya sehingga suatu
pendektan terhadap manusia harus menyangkut semua unsure baik organik,
psikologik dan social. Hal ini dinamakan pendektan holistic.
Semua mekanisme pertahanan ini bermaksud
untuk mempertahankan keutuhan pribadi dan digunakan dalam berbagai
tingkat dengan bermacam-macam cara.
Mekanisme pertahanan dapat diangggap
normal dan diperlukan atau diinginkan, kecuali bila digunakan secara
sangat berlebihan sehingga mengorbankan efisiensi penyesuaian diri dan
kebahagiaan individu dan kelompok.
Perlu diwaspadai bahwa dengan hanya
mengamati satu macam tindakan belum berarti bahwa perilaku tersebut
sudah merupakan suatu jenis pembelaan ego. Sebagai contoh, bila seorang
terlampau sering memberikan sumbangan sudah berarti pelepasan atau
tebusan. Tindakan tersebut perlu dipertimbangan juga kepribadian orang
tersebut dan memotivasinya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Maramis, W. F. : catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press; Surabaya, 1980 p 37-38, 65-84
2. Hatta Kusumawati, Dra. M.Pd
SEKILAS TENTANG TEORI KEPRIBADIAN SIGMUD FREUD DAN APLIKASINYA DALAM
PROSES BIMBINGAN diunduh dari http://www.acehinstitute.org/opini_kusumawati_soal_simund_freud.html tanggal 9 Juli 2009
3. Mekanisme pertahanan ego diunduh dari http://id.wikipedia.org/wiki/Mekanisme_pertahanan_ego tanggal 9 Juli 2009
4. Kaplan, H.I Sadock, B.J., Grebb,
J.A : Synopsis of Psychiatry, “Bahavioral Sciences Clinical Psychiatry”,
seventh edition. Wiliiam and Willkins; England, 1994, p.369-378.
5. Mekanisme pertahanan diri diunduh dari http://rizkyp13.multiply.com/journal/item/71/Mekanisme_pertahanan_Diri_tanggal 9 Juli 2009
6. Sistem pertahanan ego http://psikologiupi.blogspot.com /2008/09/system-pertahanan-ego-yang-wajib-di.html tanggal 9 juli 2009
7. Pertahanan ego diunduh dari http://trescent .wordpress.com/2007/08/15/pertahanan-ego/ tanggal 9 Juli 2009
0 comments:
Posting Komentar