KONSEP DASAR KEPERAWATAN PERIOPERATIF
1.KONSEP DASAR
Tindakan
operasi atau pembedahan, baik elektif maupun kedaruratan adalah
peristiwa kompleks yang menegangkan. Kebanyakan prosedur bedah dilakukan
di kamar operasi rumah sakit, meskipun beberapa prosedur yang lebih
sederhana tidak memerlukan hospitalisasi dan dilakukan di klinik-klinik
bedah dan unit bedah ambulatori. Individu dengan masalah kesehatan yang
memerlukan intervensi pembedahan mencakup pula pemberian anastesi atau
pembiusan yang meliputi anastesi lokal, regional atau umum.
Sejalan
dengan perkembangan teknologi yang kian maju. Prosedur tindakan
pembedahan pun mengalami kemajuan yang sagat pesat. Dimana perkembangan
teknologi mutakhir telah mengarahkan kita pada penggunaan prosedur bedah
yang lebih kompleks dengan penggunaan teknik-teknik bedah mikro (micro
surgery techniques) atau penggunaan laser, peralatan by Pass yang lebih
canggih dan peralatan monitoring yang kebih sensitif. Kemajuan yang sama
juga ditunjukkan dalam bidang farmasi terkait dengan penggunaan
obat-obatan anstesi kerja singkat, sehingga pemulihan pasien akan
berjalan lebih cepat. Kemajuan dalam bidang teknik pembedahan dan teknik
anastesi tentunya harus diikuti oleh peningkatan kemampuan
masing-masing personel (terkait dengan teknik dan juga komunikasi
psikologis) sehingga outcome yang diharapkan dari pasien bisa tercapai.
Perubahan
tidak hanya terkait dengan hal-hal tersebut diatas. Namun juga diikuti
oleh perubahan pada pelayanan. Untuk pasien-pasien dengan kasus-kasus
tertentu, misalnya : hernia. Pasien dapat mempersiapkan diri dengan
menjalani pemeriksaan dignostik dan persiapan praoperatif lain sebelum
masuk rumah sakit. Kemudian jika waktu pembedahannya telah tiba, maka
pasien bisa langsung mendatangi rumah sakit untuk dilakukan prosedur
pembedahan. Sehingga akan mempersingkat waktu perawatan pasien di rumah
sakit.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan
untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan
pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu istilah
gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu
preoperative phase, intraoperative phase dan post operative phase.
Masing- masing fase di mulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu
tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah
dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan
yang luas yan dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses
keperawatan dan standar praktik keperawatan. Disamping perawat kegiatan
perioperatif ini juga memerlukan dukungan dari tim kesehatan lain yang
berkompeten dalam perawatan pasien sehingga kepuasan pasien dapat
tercapai sebagai suatu bentuk pelayanan prima.
2.GAMBARAN UMUM TAHAP DALAM KEPERAWATAN PERIOPERATIF
Fase
pra operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi
bedah dan diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup
aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan
pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pra
operatif dan menyiapkan pasien untuk anstesi yang diberikan dan
pembedahan.
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau
dipindah ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke
ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup
pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan
kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien. Contoh : memberikan dukungan psikologis selama
induksi anstesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur
posisi pasien d atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip
dasar kesimetrisan tubuh.
Fase pasca operatif dimulai dengan masuknya
pasien ke ruang pemulihan (recovery room) dan berakhir dengan evaluasi
tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Lingkup aktivitas
keperawaan mecakup renatang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada
fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anstesi dan memantau
fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keprawatan kemudian
berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan,
perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan
rehabilitasi serta pemulangan.
3.AKTIVITAS KEPERAWATAN DALAM PERAN PERAWAT PERIOPERATIF
PENGKAJIAN :
Rumah/Klinik:
1)Melakukan pengkajian perioperatif awal
2)Merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien
3)Melibatkan keluarga dalam wawancara.
4)Memastikan kelengkapan pemeriksaan pra operatif
5)Mengkaji kebutuhan klien terhadap transportasi dan perawatan pasca operatif
Unit Bedah :
1)Melengkapi pengkajian praoperatif
2)Koordianasi penyuluhan terhadap pasien dengan staf keperawatan lain.
3)Menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan hal-hal yang diperkirakan terjadi.
4)Membuat rencana asuhan keperawatan
Ruang operasi :
1)Mengkaji tingkat kesadaran klien.
2)Menelaah ulang lembar observasi pasien (rekam medis)
3)Mengidentifikasi pasien
4)Memastikan daerah pembedahan
Perencanaan :
1)Menentukan rencana asuhan
2)Mengkoordinasi pelayanan dan sumber-sumber yang sesuai (contoh: Tim Operasi).
Dukungan Psikologis :
1)Memberitahukan pada klien apa yang terjadi
2)Menentukan status psikologis
3)Memberikan isyarat sebelumnya tentang rangsangan yang merugikan, seperti : nyeri.
4)Mengkomunikasikan status emosional pasien pada anggota tim kesehatan yang lain yang berkaitan.
4.PEMBEDAHAN : INDIKASI DAN KLASIFIKASI
Tindakan pembedahan dilakukan dengan berbagai indikasi, diantaranya adalah :
1)Diagnostik : biopsi atau laparotomi eksplorasi
2)Kuratif : Eksisi tumor atau mengangakat apendiks yang mengalami inflamasi
3)Reparatif : Memperbaiki luka multipel
4)Rekonstruktif/Kosmetik : mammoplasty, atau bedah platik
5)Palliatif
: seperti menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh :
pemasangan selang gastrostomi yang dipasang untuk mengkomponsasi
terhadap ketidakmampuan menelan makanan.
Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :
1)Kedaruratan/Emergency
Pasien
membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam jiwa. Indikasi
dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan hebat,
obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak
atau tusuk, luka bakar sanagat luas.
2)Urgen
Pasien
membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30
jam. Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada
uretra.
3)Diperlukan
Pasien harus menjalani pembedahan.
Pembedahan dapat direncanakan dalam bebeapa minggu atau bulan. Contoh :
Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih. Gangguan tyroid,
katarak.
4)Elektif
Pasien harus dioperasi ketika diperlukan.
Indikasi pembedahan, bila tidak dilakukan pembedahan maka idak terlalu
membahayakan. Contoh : perbaikan Scar, hernia sederhana, perbaikan
vaginal.
5)Pilihan
Keputusan tentang dilakukan pembedahan
diserahkan sepenuhnya pada pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan
pribadi dan biasanya terkait dengan estetika. Contoh : bedah kosmetik.
Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi :
1)Minor
Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Contoh : incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi
2)Mayor
Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius. Contoh : Total abdominal histerektomi, reseksi colon, dll.
5.KEPERAWATAN PRE OPERATIF
A.PENDAHULUAN
Keperawatan
pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif.
Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada
fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi
landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang
dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya.
Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik
biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan
kesuksesan suatu operasi.
B. PERSIAPAN KLIEN DI UNIT PERAWATAN
a)PERSIAPAN FISIK
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu :
Persiapan di unit perawatan
Persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain :
1)Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum
dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan
secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti
kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik
lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status
pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi
imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup,
karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami
stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki
riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita
tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
2)Status Nutrisi
Kebutuhan
nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat
kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan
globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi
harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup
untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien
mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien
menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering
terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan
sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama.
Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian.
3)Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance
cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output
cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang
normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan
diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar
kalium serum (normal : 3,5 - 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 -
1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan
fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan
ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka
operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami
gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut
maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali
pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
4)Kebersihan lambung dan kolon
Lambung
dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan
yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan
tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement.
Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan
mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah
untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan
menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan
terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan
operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka
pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso
gastric tube).
5)Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada
daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada
daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat
menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses
penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi
tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada
pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus
dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah
yang dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur
sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
Daeran yang dilakukan
pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi.
Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika
yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya :
apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada
fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan,
pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum
pembedahan.
6)Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat
penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan
sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi.
Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri
dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika
pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri
maka perawat akan memeberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal
hygiene.
7)Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih
dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk pengongan
isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi
balance cairan.
8)Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat
diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai
persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri
daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :
Latihan Nafas Dalam
Latihan
nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri
setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien
lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas
tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik
nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera
mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan pasien. Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
Letakkan tangan diatas perut
Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat.
Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)
Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
Latihan Batuk Efektif
Latihan
batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga
ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan.
Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif
sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir
atau sekret tersebut. Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk
efektif dengan cara :
Pasien condong ke depan dari posisi
semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan letakkan melintang diatas
incisi sebagai bebat ketika batuk.
Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan
tidak hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena
bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan
ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi.
Ulangi lagi sesuai kebutuhan.
Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan
dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk
menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi
guncangan tubuh saat batuk.
Latihan Gerak Sendi
Latihan
gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah
operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang
diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan.
Pasien/keluarga
pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan
pasien setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan
tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama
sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien
selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat
merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat
kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir
pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan
terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk
mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal.
Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of
Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya
dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya
kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri.
Status
kesehatan fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang
akan mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukung dan
mempengaruhi proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis
dapat mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga faktor usia/penuaan
dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan.
Oleh karena itu sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien
sebelum dilakukan pembedahan/operasi. Faktor resiko terhadap pembedahan
antara lain :
Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda
(bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai resiko lebih besar. Hal ini
diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun .
sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya
semua fungsi organ.
Nutrisi
Kondisi malnutrisi dan
obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan dibandingakan
dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan.
Pada orang malnutisi maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi
yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi
tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin C, vitamin B
kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk
sintesis protein).
Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama
pembedahan jaringan lemak, terutama sekali sangat rentan terhadap
infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan teknik dan
mekanik. Oleh karenanya dehisiensi dan infeksi luka, umum terjadi.
Pasien obes sering sulit dirawat karena tambahan beraat badan; pasien
bernafas tidak optimal saat berbaaring miring dan karenanya mudah
mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pascaoperatif. Selain
itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik
dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obes.
Penyakit Kronis
Pada
pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan
insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi
kalori untuk penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini banyak
masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun
pasca pembedahan sangat tinggi.
Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin
Pada
pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes
mellitus yang tidak terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien
saat dilakukan pembedahan adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin
terjadi selama pembiusan akibat agen anstesi. Atau juga akibat masukan
karbohidrat yang tidak adekuart pasca operasi atau pemberian insulin
yang berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau
glukosuria. Pasien yang mendapat terapi kortikosteroid beresiko
mengalami insufisinsi adrenal. Pengguanaan oabat-obatan kortikosteroid
harus sepengetahuan dokter anastesi dan dokter bedahnya.
Merokok
Pasien
dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler,
terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan
tekanan darah sistemiknya.
Alkohol dan obat-obatan
Individu
dengan riwayat alkoholic kronik seringkali menderita malnutrisi dan
masalah-masalah sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan
meningkatkan resiko pembedahan. Pada kasus kecelakaan lalu lintas yang
seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan operasi darurat
perlu dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari asprirasi dengan
pemasangan NGT.
b)PERSIAPAN PENUNJANG
Persiapan penunjang
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan.
Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak
meungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada
pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan
radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan
lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi
pada pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan
keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang
diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan untuk dilakukan operasi
maka dokter anstesi berperan untuk menentukan apakan kondisi pasien
layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan
berbagai macam pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa
perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah
pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil
pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
Dibawah ini
adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada
pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap
pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani
oleh pasien). Pemeriksaan penunjang antara lain :
1)Pemeriksaan
Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang
(daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized
Tomography Scan) , MRI (Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram,
Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio
Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
2)Pemeriksaan
Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka leukosit,
limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total
(albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida),
CT/BT, ureum kretinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada
sumsun tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan darah.
3)Biopsi,
yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh
untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya
dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya
berupa infeksi kronis saja.
4)Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
5)Pemeriksaan
KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan
rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10
jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga
dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).
c)PEMERIKSAAN STATUS ANASTESI
Pemeriksaaan
status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan
selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan
pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang
diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri
pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan
menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist).
Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya
akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
Berikut adalah tabel pemeriksaan ASA.
ASA grade I
Status fisik
: Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal: penderita
dengan herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi muda
yang sehat.
Mortality (%) : 0,05.
ASA grade II
Status
fisik : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan
oleh penyakit yang akan dibedah. Misal: penderita dengan obesitas,
penderita dengan bronkitis dan penderita dengan diabetes mellitus ringan
yang akan mengalami appendiktomi
Mortality (%) : 0,4.
ASA grade III
Status
fisik : Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes mellitus
dengan komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendisitis akut.
Mortality (%) : 4,5.
ASA grade IV
Status
fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang
tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi
koroner atau infark miokard
Mortality (%) : 25.
ASA grade V
Status
fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang
tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi
koroner atau infark miokard
Mortality (%) : 50.
d)INFORM CONSENT
Selain
dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal
lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab
dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya
harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai
resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan
medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan
medis (pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi
tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan merupakan
satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua
tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien.
Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan
sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami
operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti:
kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap
pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam
perawatan.
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit
menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang
bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani surat
pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan
pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan
tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya
sebelum menandatangani surat pernyataan tersut akan mendapatkan
informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan,
pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum
menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak untuk
menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting
untuk dilakukan karena jika tidak meka penyesalan akan dialami oleh
pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak
sesuai dengan gambaran keluarga.
e)PERSIAPAN MENTAL/PSIKIS
Persiapan
mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan
operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat
berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.
Tindakan pembedahan merupakan
ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat
membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis (Barbara C.
Long).
Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan ketakutan antara lain :
Pasien
dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi
dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan
meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan.
Pasien wanita yang
terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi lebih cepat
dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda.
Setiap orang
mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman operasi
sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi
sesungguhnya perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang dalam
menghadapi pembedahan. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan
ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain :
Takut nyeri setelah pembedahan
Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body image)
Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)
Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit yang sama.
Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
Takut operasi gagal.
Ketakutan
dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan adanya
perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatnya frekuensi nadi dan
pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan
yang lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang kali,
sulit tidur, sering berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping
yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu
perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien
dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya
orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support
system.
Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat
menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain :
Pengalaman operasi sebelumnya
Persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan/alasan tindakan operasi
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang.
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar operasi.
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, intra, post operasi)
Pengetahuan
tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus
dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk
efektif, ROM, dll.
Persiapan mental yang kurang memadai dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga
tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui dan
biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang
lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini berarti telah
menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa hari/minggu yang
lalu. Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang penting
untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang terdekat pasien.
Persiapan
mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran
dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien.
Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa
dan dukungan pasien dengan kata-kata yang menenangkan hati pasien dan
meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan berbagai cara:
Membantu
pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum
operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi,
hal-hal yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan
tempat kamar operasi, dll.
Dengan mengetahui berbagai informasi
selama operasi maka diharapkan pasien mejadi lebih siap menghadapi
operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien
mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan
dialami pasien.
Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap
tindakan persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan
bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa,
perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan, manfaatnya
untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan
tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan dengan
pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien
akan dapat diturunkan dan mempersiapkan mental pasien dengan baik
Memberi
kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala
prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk
berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.
Mengoreksi
pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain
karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
Kolaborasi
dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti
valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan
kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya
terpenuhi.
Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima
pasien di kamar operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan
diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan
ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk
mengantar pasien samapi ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk
menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi.
f)OBAT-OBATAN PRE MEDIKASI
Sebelum
operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan
premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu
istirahat yang cukup. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya
adalah valium atau diazepam. Antibiotik profilaksis biasanya di berikan
sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan
tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan operasi,
antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam sebelum operasi
dimulai dan dilanjutkan pasca bedah 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat
diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien.
C.MANAJEMEN KEPERAWATAN
a)PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien Pre operatif (Marilynn E. Doenges, 1999) meliputi :
Sirkulasi
Gejala
: riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular
perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus.
Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
Makanan / cairan
Gejala
: insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk
hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane
mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
Keamanan
Gejala
: alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ;
Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan
penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat
keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat
penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah
koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala
: pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi,
kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic,
dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer
dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional.
Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi
koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri
pasca operasi).
b)DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan
adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial
berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Pre Operatif (Wilkinson, M. Judith, 2006) meliputi :
1.Ansietas
berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap
perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang
yang berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.
2.Gangguan citra
tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek samping penanganan, factor
budaya atau spiritual yang berpengaruh pada perubahan penampilan.
3.Koping
individu, ketidakefektifan berhubungan dengan perubahan penampilan,
keluhan terhadap reaksi orang lain, kehilangan fungsi, diagnosis kanker.
4.Proses
keluarga, perubahan berhubungan dengan terapi yang kompleks,
hospitalisasi/perubahan lingkungan, reaksi orang lain terhadap perubahan
penampilan.
5.Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit/prognosis (misalnya kanker), ketidakberdayaan.
6.Mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan penurunan rentang gerak, kerusakan saraf/otot, dan nyeri.
c)INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Intervensi
adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan
(Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan pasien Pre Operatif (Wilkinson, M. Judith, 2006) adalah :
1.Ansietas
adalah suatu keresahan, perasaan ketidaknyamanan yang tidak mudah atau
dread yang disertai dengan respons autonomis ; sumbernya seringkali
tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu ; perasaan khawatir
yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.ini merupakan tanda
bahya yang memperingatkan bahaya yang akan terjadi dan memampukan
individu untuk membuat pengukuran untuk mengatasi ancaman.
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria hasil :
- klien mampu merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang membuat stress.
- klien mampu mempertahankan penampilan peran.
- klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
- klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
- tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
R : memudahkan intervensi.
Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di masa lalu.
R : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan kemampuan mengontrol ansietas.
Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan.
R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
Motivasi
pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini,
harapa-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan.
Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari meskipun dalam keadaan cemas.
R
: menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu
mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang
dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas kemampuannya.
Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
R : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
R : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
R : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.
2.Gangguan citra tubuh adalah konfusi pada gaambaran mental dari fisik seseorang.
Tujuan : pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
Kriteria hasil :
- pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
- memiliki keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami gangguan.
- menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh.
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien tentang tubuhnya.
R : factor yang mengidentifikasikan adanya gangguan persepsi pada citra tubuh.
Kaji harapan pasien tentang gambaran tubuh.
R : mungkin realita saat ini berbeda dengan yang diharapkan pasien sehingga pasien tidak menyukai keadaan fisiknya.
Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif, dan akui realitas adanya perhatian terhadap perawatan, kemajuan dan prognosis.
R : meningkatkan perasaan berarti, memudahkan saran koping, mengurangi kecemasan.
Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan martabat pasien.
R : menciptakan suasana saling percaya, meningkatkan harga diri dan perasaan berarti dalam diri pasien.
3.Koping
individu, ketidakefektifan adalah ketidakmampuan membuat penilaian yang
tepat terhadap stressor, pilihan respons untuk bertindak secara tidak
adekuat, dan atau ketidakmampuan untuk menggunakan sumber yang tersedia.
Tujuan : pasien menunjukkan koping yang efektif.
Kriteria hasil :
- pasien akan menunjukkan minat terhadap aktivitas untuk mengisi waktu luang.
- mengidentifikasikan kekuatan personal yang dapat mengembangkan koping yang efektif.
- menimbang serta memilih diantara alternative dan konsekuensinya.
- berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Kaji pandangan pasien terhadap kondisinya dan kesesuaiannya dengan pandangan pemberi pelayanan kesehatan.
R : mengidentifikasi persepsi pasien terhadap kondisinya.
Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
R : menghindari ketakutan dan menciptakan hubungan saling percaya, memudahkan intervensi
Anjurkan pasien untuk mengidentifikasi gambaran perubahan peran yang realitas.
R : memberikan arahan pada persepsi pasien tentang kondisi nyata yang ada saat ini.
Bantu pasien dalam mengidentifikasi respons positif dari orang lain.
R : meningkatkan perasaan berarti, memberikan penguatan yang positif.
Libatkan sumber-sumber yang ada di rumah sakit dalam memberikan dukungan emosional untuk pasien dan keluarga.
R : menciptakan suasana saling percaya, perasaan berarti, dan mengurangi kecemasan.
4.Proses keluarga, perubahan adalah suatu perubahan dalam hubungan dan/atau fungsi keluarga.
Tujuan : pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran keluarga.
Kriteria hasil :
- pasien/keluarga mampu mengidentifikasi koping.
- paien/keluarga berpartisipasi dalam proses membuat keputusan berhubungan dengan perawatan setelah rawat inap.
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Kaji interaksi antara pasien dan keluarga.
R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Bantu keluarga dalam mengidentifikasi perilaku yang mungkin menghambat pengobatan.
R : mempengaruhi pilihan intervensi.
Diskusikan dengan anggota keluarga tentang tambahan ketrampilan koping yang digunakan.
R : membantu keluarga dalam memilih mekanisme koping adaptif yang tepat .
Dukung kesempatan untuk mendapatkan pengalaman masa anak-anak yang normal pada anak yang berpenyakit kronis atau tidak mampu.
R : memudahkan keluarga dalam menciptakan/memelihara fungsi anggota keluarga.
5.Ketakutan
adalah ansietas yang disebabkan oleh sesuatu yang dikenali secara sadar
dan bahaya nyata dan dipersepsikan sebagai bahaya yang nyata.
Tujuan : pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
Kriteria hasil :
- mencari informasi untuk menurunkan ketakutan.
- menggunakan teknik relaksasi untuk menurnkan ketakutan.
- mempertahankan penampilan peran dan hubungan social.
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Kaji respons takut subjektif dan objektif pasien.
R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku yang dapat menurunkan atau mengurangi takut.
R : mempertahankan perilaku koping yang efektif.
Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan.
R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
Motivasi
pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini,
harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan.
6.Mobilitas
fisik, hambatan adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian,
pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau
lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
- penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 =membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 =ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R : menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R : mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R : sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
d)EVALUASI
Evaluasi
addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi
tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine.
2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Pre Operasi Tumor adalah :
1)Ansietas berkurang/terkontrol.
2)Pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
3)Pasien menunjukkan koping yang efektif.
4)Pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran keluarga.
5)Pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
6)Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
DAFTAR PUSTAKA
1.Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta.
2.Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
3.Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi Operasi. Sahabat Setia : Yogyakarta.
4.Effendy, Christantie. 2002. Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah : Preoperatif Nursing, Tidak dipublikasikan : Yogyakarta.
5.Marilynn
E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian pasien, ed.3. EGC, Jakarta.
6.Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.
7.Shodiq, Abror. 2004. Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito Yogyakarta, Tidak dipublikasikan : Yogyakarta.
8.Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC : Jakarta.
9.Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Brunner Suddarth, Vol. 1. EGC : Jakarta.
10.Wibowo, Soetamto, dkk. 2001. Pedoman Teknik Operasi OPTEK, Airlangga University Press : Surabaya.
11.Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
12.www.elearning.unej.ac.id