WANTUN OFFICIAL ADALAH IMPIAN MASA DEPAN YANG AKAN DATANG AKAN BERGERAK DI BIDANG KULINER UNTUK PERTAMA KALI NYA

Jumat, 28 Februari 2014

Askep TUBERCULOSA

1. Definisi



a. Tuberkolusis
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon ( Hood Alsagaff, th 1995. hal 73)
b. Batuk Darah(Hemoptisis)
Batuk darah (hemoptisis)adalah darah atau dahak berdarah yang dibatukkan berasal dari saluran pernafasan bagian bawah yaitu mulai dari glottis kearah distal, batuk darah akan berhenti sendiri jika asal robekan pembuluh darah tidak luas , sehingga penutupan luka dengan cepat terjadi . (Hood Alsagaff, 1995, hal 301)
2. Faktor- factor yang mempengaruhi timbulnya masalah .
a. anatomi dan fisiologi
System pernafasan terdiri dari hidung , faring , laring ,trakea , bronkus , sampai dengan alveoli dan paru-paru
Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama , mempunyai dua lubang/cavum nasi. Didalam terdapat bulu yang berguna untuk menyaring udara , debu dan kotoran yang masuk dalam lubang hidung . hidung dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa (Drs. H. Syaifuddin. B . Ac , th 1997 , hal 87 )
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan , faring terdapat dibawah dasar tengkorak , dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher . faring dibagi atas tiga bagian yaitu sebelah atas yang sejajar dengan koana yaitu nasofaring , bagian tengah dengan istimus fausium disebut orofaring , dan dibagian bawah sekali dinamakan laringofaring .(Drs .H.syafuddin. B.Ac 1997 hal 88)
Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin), panjang 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa . trakea dipisahkan oleh karina menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri (Drs .H . Syaifuddin .B. Ac th 1997, hal 88-89)
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama kanan dan kiri , bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri cabang bronkus yang lebih kecil disebut bronkiolus yang pada ujung – ujung nya terdapat gelembung paru atau gelembung alveoli (H.Syaifuddin B Ac th1997, hal 89-90).
Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung – gelembung .paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus . Paru-paru terletak pada rongga dada yang diantaranya menghadap ke tengah rongga dada / kavum mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari arteri bronkialis yang kaya akan darah dibandingkan dengan darah arteri pulmonalis yang berasal dari atrium kiri.besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya sebagian kecil udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut . sedangkan kapasitas paru-paru adalah volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru yang dalam keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung sebanyak kuranglebih 5 liter. (Drs. H. Syaifuddin . B.Ac .th 1997 hal 90 , EVELYN,C, PIERCE , 1995 hal 221)
Pernafasan ( respirasi ) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh (inspirasi) serta mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh (ekspirasi) yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru .proses pernafasan tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Ventilasi pulmoner.
Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses aktif dan pasif yang mana otot-otot interkosta interna berkontraksi dan mendorong dinding dada sedikit ke arah luar, akibatnya diafragma turun dan otot diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna relaksasi dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara terdorong keluar. (NI LUH GEDE.Y.A.SKp.1995.hal 124. Drs.H.Syaifuddin.B.Ac.1997.hal 91)
2. Difusi Gas.
Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel lain dari area yang bertekanan tinggi kearah yang bertekanann rendah. Difusi gas melalui membran pernafasan yang dipengaruhi oleh factor ketebalan membran, luas permukaan membran, komposisi membran, koefisien difusi O2 dan CO2 serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2. Dalam Difusi gas ini pernfasan yang berperan penting yaitu alveoli dan darah. (Ni Luh Gede.Y.A. SKP. Th 1995 hal 124, Drs. H. Syaifuddin. B.Ac.1997 hal 93 .Hood .Alsegaff th 1995 . hal 36-37)
3. Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah). Masuknya O2 kedalam sel darah yang bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak 97% dan sisa 3 % yang ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel .(Ni Luh Gede Y. A. Skp th1995 hal 125 Hood Alsegaff th 1995 hal 40).
b. Patofisiologi
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu saluran pernafasan , saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara ( airbone ) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya .(Sylvia.A.Price.1995.hal 754)
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya , sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru. ( dr.Hendrawan.N.1996,hal 1-2 )
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit,proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau usus.(Sylvia.A Price:1995;754)
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijauan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.(Syilvia.A Price:1995;754)
Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada batuk darah masif yaitu 600-1000cc/24 jam.Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kapitas.(Hood Al sagaff dkk:1995;85-86).
Share:

Asuhan Keperawatan

Asuhan Keperawatan adalah merupakan suatu hal yang tidak akan terlepas dari pekerjaan seorang perawat dalam menjalankan tugas serta kewajibannya serta peran dan fungsinya terhadap para pasiennya. Karena itulah pentingnya kita mengetahui akan proses pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif.

Asuhan Keperawatan adalah merupakan suatu tindakan kegiatan atau proses dalam praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien (pasien) untuk memenuhi kebutuhan objektif klien, sehingga dapat mengatasi masalah yang sedang dihadapinya, dan asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah ilmu keperawatan

Pengertian Asuhan Keperawatan adalah merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien / pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistic,dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien.

Proses Keperawatan adalah metode asuhan keperawatan yang ilmiah, sistematis, dinamis dan terus-menerus serta berkesinambungan dalam rangka pemecahan masalah kesehatan pasien / klien, dimulai dari Pengkajian (Pengumpulan Data, Analisis Data dan Penentuan Masalah) Diagnosis Keperawatan, Pelaksanaan dan Penilaian Tindakan Keperawatan (evaluasi). Menurut Ali (1997)

Proses Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan diberikan dalam upaya memenuhi kebutuhan klien / pasien.
Lima kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow yaitu :
  • Kebutuhan fisiologis meliputi oksigen, cairan, nutrisi.
  • Kebutuhan rasa aman dan perlindungan.
  • Kebutuhan rasa cinta dan saling memiliki.
  • Kebutuhan akan harga diri.
  • Kebutuhan aktualisasi diri.
Jadi bila menilik hasil dari pengertian di atas maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan arti makna pengertian dari asuhan keperawatan adalah merupakan seluruh rangkaian proses keperawatan yang diberikan kepada pasien yang berkesinambungan dengan kiat-kiat keperawatan yang di mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki ataupun memelihara derajat kesehatan yang optimal.

Tujuan Asuhan Keperawatan


Ada beberapa tujuan dan manfaat pemberian asuhan keperawatan diantaranya yaitu :
  1. Membantu individu untuk mandiri.
  2. Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam bidang kesehatan.
  3. Membantu individu mengembangkan potensi untuk memelihara kesehatan secara optimal agar tidak tergantung pada orang lain dalam memelihara kesehatannya.
  4. Membantu individu memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Fungsi Proses Keperawatan
Proses keperawatan pun mempunyai fungsi dan fungsinya antara lain adalah :
  1. Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi tenaga keperawatan dalam memecahkan masalah klien melalui asuhan keperawatan.
  2. Memberi ciri profesionalisasi pemberian asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan masalah dan pendekatan komunikasi yang efektif dan efisien.
  3. Memberi kebebasan pada klien untuk mendapat pelayanan yang optimal sesuai dengan kebutuhanya dalam kemandirianya di bidang kesehatan.

Tahapan Proses Keperawatan


Tahap-tahapan dalam melakukan dan pengkajian pada proses keperawatan ini adalah lima yaitu :
1. Pengkajian Keperawatan.
Yang dimaksud dengan pengertian definisi Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan.
Tahapan pengkajian keperawatan ini mencakup tiga kegiatan, yaitu Pengumpulan Data, Analisis Data dan Penentuan Masalah kesehatan serta keperawatan.
a. Pengumpulan Data. Tujuan dari pengumpulan data ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi mengenai masalah kesehatan dan masalah keperawatan yang ada pada pasien sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus diambil untuk mengatasi masalah tersebut yang menyangkut aspek fisik, mental, sosial dan spiritual serta faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Data tersebut harus akurat dan mudah dianalisis.

Jenis data antara lain :
  • Data Objektif. Data yang diperoleh melalui suatu pengukuran, pemeriksaan, dan pengamatan, misalnya suhu tubuh, tekanan darah, serta warna kulit. 
  • Data subjekif. Data yang diperoleh dari keluhan yang dirasakan pasien, atau dari keluarga pasien / saksi lain misalnya : kepala pusing, nyeri dan mual.
Adapun fokus dalam pengumpulan data meliputi :
  • Status kesehatan sebelumnya dan sekarang
  • Pola koping sebelumnya dan sekarang
  • Fungsi status sebelumnya dan sekarang
  • Respon terhadap terapi medis dan tindakan keperawatan
  • Resiko untuk masalah potensial
  • Hal-hal yang menjadi dorongan atau kekuatan klien
b. Analisa Data. Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan kemampuan berpikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan.
c. Perumusan Masalah. Setelah analisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa masalah kesehatan. Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat diintervensi dengan Asuhan Keperawatan (Masalah Keperawatan) tetapi ada juga yang tidak dan lebih memerlukan tindakan medis. Selanjutnya disusun diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas.

Prioritas masalah ditentukan berdasarkan kriteria penting dan segera. Penting mencakup kegawatan dan apabila tidak diatasi akan menimbulkan komplikasi, sedangkan Segera mencakup waktu misalnya pada pasien stroke yang tidak sadar maka tindakan harus segera dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih parah atau kematian.

Prioritas masalah juga dapat ditentukan berdasarkan hierarki kebutuhan menurut Maslow, yaitu : keadaan yang mengancam kehidupan, keadaan yang mengancam kesehatan, persepsi tentang kesehatan dan keperawatan.

2. Diagnosa Keperawatan
Yang dimaksud engan manka arti definisi Diagnosa Keperawatan adalah merupakan suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito,2000).
Perumusan Diagnosa Keperawatan meliputi dari hal sebagai berikut :
  • Aktual : Menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang ditemukan.
  • Resiko : Menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi.
  • Kemungkinan : Menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk memastikan masalah keperawatan kemungkinan.
  • Wellness : Keputusan klinik tentang keadaan individu, keluarga atau masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat sejahtera yang lebih tinggi.
  • Syndrom : diagnose yang terdiri dari kelompok diagnosa keperawatan actual dan resiko tinggi yang diperkirakan muncul/timbul karena suatu kejadian atau situasi tertentu.
3. Rencana Keperawatan
Berikut beberapa hal yang terkait dengan pembuatan rencana keperawatan yaitu :
  • Yang dimaksud dengan pengertian dan definisi rencana keperawatan adalah semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini kestatus kesehatan yang di uraikan dalam hasil yang di harapkan (Gordon,1994).
  • Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana perawatan terorganisasi sehingga setiap perawat dapat dengan cepat mengidentifikasi tindakan perawatan yang diberikan.
  • Rencana asuhan keperawatan yang di rumuskan dengan tepat memfasilitasi kontinuitas asuhan perawatan dari satu perawat ke perawat lainnya. Sebagai hasil, semua perawat mempunyai kesempatan untuk memberikan asuhan yang berkualitas tinggi dan konsisten.
Rencana Asuhan Keperawatan tertulis mengatur pertukaran informasi oleh perawat dalam laporan pertukaran dinas. Rencana perawatan tertulis juga mencakup kebutuhan klien jangka panjang(potter,1997)

4. Implementasi Keperawatan
Yang dimaksud dengan pengertian dan definisi implementasi keperawatan adalah :
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.

Adapun Tahapan Implementasi Keperawatan adalah sebagai berikut :
  1. Tahap 1 : Persiapan. Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat untuk mengevaluasi yang diindentifikasi pada tahap perencanaan.
  2. Tahap 2 : Intervensi. Fokus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan : independen, dependen, dan interdependen.
  3. Tahap 3 : Dokumentasi. Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan
Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses dengan pedoman / rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya.

Adapun tujuan dari sasaran evaluasi keperawatan adalah sebagai berikut :
  • Proses asuhan keperawatan, berdasarkan kriteria / rencana yang telah disusun.
  • Hasil tindakan keperawatan ,berdasarkan kriteria keberhasilan yang telah di rumuskan dalam rencana evaluasi.
Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :
  1. Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukan perbaikan / kemajuan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
  2. Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal, sehingga perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya.
  3. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan perubahan / kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah baru.dalam hal ini perawat perlu untuk mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa, tindakan, dan faktor-faktor lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan.
Setelah seorang perawat melakukan seluruh proses keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi kepada pasien, seluruh tindakannya harus didokumentasikan dengan benar dalam dokumentasi keperawatan.
Pengertian definisi Dokumentasi Keperawatan adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang (potter 2005).
Share:

Kamis, 27 Februari 2014

HAEMOGLOBIN (Hb)

Haemoglobin adalah kompleks protein-pigmen yang mengandung zat besi. Kompleks tersebut berwarna merah dan terdapat didalam eritrosit. Sebuah molekul haemoglobin memiliki empat gugus haeme yang mengandung besi fero dan empat rantai globin. Terdapat beberapa bentuk haaemoglobin : tipe fetal (HbF)  dan dua bentuk utama haemoglobin dewasa (HbA1 dan HbA2). Haemoglobin membawa oksigen, sebagian karbondioksida dan mendapat perubahan pH.
Glycosylated haemoglobin (HbA1) ---> kadar HbA1 menunjukkan kadar gula darah selama periode beberapa bulan dan dapat digunakan untuk menilai derajat pengendalian pada Diabetes mellitus.
Nilai normal Hb untuk laki-laki adalah 13 gr% - 18 gr%, dan untuk wanita adalah 11,5 gr% - 16,5 gr% (Brooker, 2001).

Haemoglobin adalah Sebuah substansi didalam sel darah merah (erithrocyte) dan tanggung jawab masing-masing warna, terdiri dari pigmen haeme (zat besi - berisi porphyrin) terkait dengan protein globin. Haemoglobin memiliki sifat unik dapat menyatu dengan oksigen dan merupakan pengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Haemoglobin membawa oksigen dalam aliran darah melewati paru-paru dan bersama dengan darah sampai ke jaringan tubuh. Darah biasanya mengandung 12-18 g / dl dari hemoglobin.


Myohaemoglobin : zat besi - yang mengandung protein, menyerupai hemoglobin, ditemukan dalam sel otot. Seperti hemoglobin yang berisi kumpulan haeme. Ikatan yang mengandung oksigen, bertindak sebagai reservoir oksigen di dalam serabut otot .
Oxyhaemoglobin : substansi darah merah dibentuk bila pigmen hemoglobin dalam sel darah merah menyatu kembali dengan oksigen. Oxyhaemoglobin adalah bentuk oksigen yang diangkut dari paru-paru ke sel-sel, di mana oksigen dilepaskan.
Methahaemoglobin : substansi yang dibentuk apabila atom besi dari pigmen hemoglobin darah telah mengoksidasi dari ferrous ke bentuk ferric (bandingkan oxyhaemoglobin). Methahaemoglobin yang tidak dapat mengikat oksigen molekular dan karenanya tidak dapat mentransportasi oksigen ke seluruh tubuh. Keberadaan methahaemoglobin dalam darah (methahaemoglobinaemia) mungkin akibat menelan zat oksid dari narkoba atau dari warisan keabnormalan dari molekul hemoglobin. Gejala - gejala termasuk kelelahan, sakit kepala, pusing dan cyanosis (oxford electric medical dictionary).

Referensi :
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan.EGC  : Jakarta.
oxford electric medical dictionary (Indonesian Translete by Patriani)
English Version

Haemoglobin is the pigment-protein complex that contains iron. Complex is red and there is the eritrosit. A haemoglobin molecule has four haeme group which contains iron and fero four globin chains. There are several forms of haaemoglobin: type fetal (HbF) and the two main forms of adult haemoglobin (HbA1 and HbA2). Haemoglobin takes oxygen, some carbon dioxide and the pH changes. Glycosylated haemoglobin (HbA1) ---> HbA1 level indicates the blood sugar over a period of several months and can be used to assess the degree of control on Diabetes mellitus. Hb normal value for men is 13% gr - 18 gr%, and for women is gr 11.5% - 16.5 gr% (Brooker, 2001).

Haemoglobin is a substance contained within the red blood cell (erithrocyte) and responsible for their colour, composed of the pigment haem (an iron - containing porphyrin) linked to the protein globin. Haemoglobin has the unique property of combining reversibly with oxygen and is the medium by which oxygen is transported within the body. it take up oxygen as blood passes through the lungs and releases it as blood passes through the tissues. Blood normally contains 12-18 g/dl of haemoglobin.

Myohaemoglobin : an iron – containing protein, resembling haemoglobin, found in muscle cell. Like haemoglobin it contains a haem group. Which binds reversibly with oxygen, and so acts as an oxygen reservoir within the muscle fibres.

Oxyhaemoglobin : the bright – red substance formed when the pigment haemoglobin in red blood cell combines reversibly with oxygen. Oxyhaemoglobin is the form in which oxygen is transported from the lungs to the tissues, where the oxygen is released.

Methahaemoglobin : a substance formed when the iron atoms of the blood pigment haemoglobin have been oxidized from the ferrous to the ferric form (compare oxyhaemoglobin). The methahaemoglobin cannot bind molecular oxygen and therefore it cannot transport oxygen round the body. The presence of methahaemoglobin in the blood (methahaemoglobinaemia) may result from the ingestion of oxidizing drugs or from an inherited abnormality of the haemoglobin molecule. Symtomps include fatigue, headache, dizziness and cyanosis (oxford electric medical dictionary).
Japanese Version

モ グロビンは鉄を含んでいる顔料蛋白質の複合体である。 複合体は赤く、eritrositがある。 ヘモグロビンの分子に鉄およびferoを4つのglobinの鎖含んでいる4つのhaemeのグループがある。 haaemoglobinの複数の形態がある: 胎児タイプ(HbF)および大人のヘモグロビンの2つの主要な形態(HbA1およびHbA2)。 ヘモグロビンは酸素、二酸化炭素およびpH変更を取る。 Glycosylatedヘモグロビン(HbA1) ---> HbA1レベルは数月一定期間に渡って血糖を示し、糖尿病mellitusの制御のある程度を査定するのに使用することができる。 人のためのHbの正常な価値は13% gr -女性のための18 gr%、gr 11.5%はあり- 16.5 gr%である。(Brooker, 2001).

ヘモグロビンです 物質は、赤血球( erithrocyte )とその色は、色素裾(鉄-ポルフィリンを含む)は、タンパク質のグロビンにリンクに含まれる構成を担当。可逆ヘモグロビンの酸素と結合しているとのユ ニークな特性は、酸素が体内の酸素運搬されている媒体です。血液が肺を通過すると、血液の組織を通過するとしても酸素をリリースする。血液は通常12から 18グラム/ヘモグロビンのライブラリが含まれて.

Myohaemoglobin: 鉄-ヘモグロビンに類似している蛋白質を含んでいて筋肉細胞で見つけた。 ヘモグロビンのようにそれはhaemグループを含んでいる。 、および従ってリバーシブルに結合するかどれが酸素と機能する筋繊維内の酸素の貯蔵所として。

Oxyhaemoglobin: 明るい – 赤物質、色素ヘモグロビン赤い血のセルに組み合わせた可逆的酸素とを形成します。 Oxyhaemoglobin はで酸素に運ばれる、肺から、組織、酸素が解放されます。

Methahaemoglobin: 物質形成を ferric フォーム (比較 oxyhaemoglobin) に、鉄原子血液色素ヘモグロビンが、鉄から酸化されている場合。 methahaemoglobin、酸素の分子をバインドできませんおよびラウンド、身体の酸素をトランスポートとことはできませんしたがってします。 ヘモグロビン分子の遺伝的異常から、または、経口摂取の薬物を酸化剤から methahaemoglobin (methahaemoglobinaemia)、血液中の存在があります。 Symtomps には、疲労、頭痛、めまい、および cyanosis が含まれます。(oxford electric medical dictionary)

参照
Brooker, Christine。 2001。 Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakaruta.
oxford 電気医療辞書 (日本語翻訳 Translete.Net によって)
Share:

Askep Gadar Pendarahan

Definisi 
 Perdarahan terjadi jika pembuluh darah putus atau pecah.
 Perdarahan luar
 Perdarahan dalam
 Perdarahan hebat, dapat membahayakan shock hipovolemik 
 Klafisikasi : perdarahan kapiler, perdarahan arteri, perdarahan vena.

Asuhan Keperawatan
Pengkajian
  • Pengkajian ABCD, pucat, kulit dingin dan lembab, tekanan darah turun, nadi cepat tapi lemah, nafas dalam dan cepat, menurunnya produksi urine.
  • Diagnosa keperawatan
  • Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan darah aktif.
  • Penurunan kardiak output berhubungan dengan penurunan preload, kehilangan darah.
  • Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan kehilangan darah.
  • Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan perfusi otak.
  • Tujuan keperawatan 
     Mengontrol perdarahan.
     Mempertahankan volume darah sirkulasiadekuat untuk oksigenasi.
     Mencegah shock.


    Penatalaksanaan kedaruratan 
    Potong baju pasien untuk mengidentifikasi area perdarahan dan lakukan pengkajian fisik dengan cepat.
     Beri penekanan pada area perdarahan.
    • Penekanan langsung
    Tekan langsung area perdarahan dengan telapak tangan atau menggunakan pembalut atau kainyang bersih selama kurang lebih 15 menit, dan pasang balutan tekanan kuat.
    • Penekanan arteri 
    Penekanan dilakukan pada ujung arteri yang sesuai (ujung dimana arteri ditekan melawan tulang yang berada dibawahnya).
    Enam titik utama penekanan 
     Arteri temporalis : pada daerah depan masing-masing telinga dan dapat ditekan pada tulang tengkorak.
     Arteri fasialis : terletak dibawah dagu dan 2,5 cm sebelah dalam dagu.
     Arteri karotis komunis : pada sisi samping trachea. Saat dilakukan tekanan observasi pernapasan pasien dan tidak boleh pada kedua arteri karotis dalam waktu bersamaan.
     Arteri subklavia : terletak dibawah kedua sisi klavikula (tulang collar). Penekanan harus dilakukan pada posisi melintang dibelakang dan kira – kira setengah panjang klavikula.
     Arteri brakhialis : pada pertengahan antara siku dan bahu, terletak pada daerah yang lebih dalam dari lengan atas antara otot biseps dan triseps.
     Arteri femoralis : dapat dirasakan pada lipat paha. 
    • Torniket 
     Pemasanagan torniket pada ekstremitas hanya sebagai upaya terakhir ketika perdarahan tidak dapat dikontrol dengan metode lain.
     Torniket dipasang tepat proksimal dengan luka ; torniket cukup kencang untuk mengontrol aliran darah arteri.
     Berikan tanda pada kulit pasien dengan pulpen atau plester dengan tanda T, menyatakan lokasi dan waktu pemasangan torniket.
     Longgarkan torniket sesuai petunjuk untuk mencegah kerusakan vascular atau neurologik. Bila sudah tidak ada perdarahan arteri, lepasakan torniket dan coba lagi balut dengan tekanan.
     Pada kejadian amputasi traumatic, jangan lepaskan torniket sampai pasien masuk ruang operasi.
     Tinggikan atau elevasikan bagian yang luka untuk memperlambat mengalirnya darah.
     Baringkan korban untuk mengurangi derasnya darah keluar.
     Berikan cairan pengganti sesuai saran, meliputi cairan elektrolit isotonic, plasma atau protein plasma, atau terapi komponen darah (bergantung perkiraan tipe dan volume cairan yang hilang).
    • Darah segar diberikan bila ada kehilangan darah massif.
    • Tamabahan trombosit dan factor pembekuan darah diberikan ketika jumlah darah yang besar diperlukan karena darah penggantian kekurangan factor pembekuan.
     Lakukan pemeriksaan darah arteri untuk menentukan gas darah dan memantau tekanan hemodinamik.
     Awasi tanda – tanda shock atau gagal jantung karena hipovolemia dan anoksia.


    REFERENSI 
    Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.
    Hudak, Carolyn M. 1996. Keperawatan Kritis-Pendekatan holistic, Ed. 6. Vol. 2. EGC : Jakarta.
    Pusponegoro, A.D. Dkk . Buku Panduan Penanggulangan Penderita gawat Darurat. Ambulance 118 : Jakarta.
    Skeet, Muriel. 1995. Tindakan paramedic Terrhadap Kegawatan dan Pertolongan Pertama, Ed. 2. EGC : Jakarta.
    Share:

    Askep Radang Kandung Empedu ( CHOLECISTITYS )

    CHOLECISTITYS

    A. Definisi
    Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang menrupakan inflamasi akut
    dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas
    badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001).
    Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya
    merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara
    tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa (www.medicastore.com).
    Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu,
    yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat
    (www.medicastore.com).
    Cholesistektomy adalah bedah pengangkatan kandung empedu (biasanya untuk
    relief batu empedu sakit) (Dictionary: WordNet).

    B. Etiologi
     Sekitar 95% penderita peradangan kandung empedu akut, memiliki batu empedu.
    Kadang suatu infeksi bakteri menyebabkan terjadinya peradangan.
    Kolesistitis akut tanpa batu merupakan penyakit yang serius dan cenderung
    timbul setelah terjadinya: - cedera,
    - pembedahan
    - luka bakar
    - sepsis (infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh)
    - penyakit-penyakit yang parah (terutama penderita yang menerima makanan lewat
    infus dalam jangka waktu yang lama).
    Sebelum secsara tiba-tiba merasakan nyeri yang luar biasa di perut bagian
    atas, penderita biasanya tidak menunjukan tanda-tanda penyakit kandung empedu.
    Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut,
    yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan penciutan
    kandung empedu.Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung empedu.
    Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat
    pada usia diatas 40 tahun.
    Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya riwayat
    kolesistitis akut sebelumnya (www.medicastore.com).


    C. Patofisiologi
    Kandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan empedu dan
    memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan
    elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel
    hati.
    Pada individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung empedu pada saat
    katup Oddi tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu dipekatkan dengan
    mengabsorpsi air. Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi
    zat-zat padat. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan
    supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut.
    Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis
    empedu, dapat menyebabkan infeksi kandung empedu (www.mamashealth.com).

    D. Gejala
    Timbulnya gejala bisa dipicu oleh makan makanan berlemak. Gejala bisa berupa:
    - Tanda awal dari peradangan kandung empedu biasanya berupa nyeri di perut kanan
    bagian atas.
    - Nyeri bertambah hebat bila penderita menarik nafas dalam dan sering menjalar ke
    bahu kanan.
    - Biasanya terdapat mual dan muntah.
    - Nyeri tekan perut
    - Dalam beberapa jam, otot-otot perut sebelah kanan menjadi kaku.
    - Pada mulanya, timbul demam ringan, yang semakin lama cenderung meninggi.
    - Serangan nyeri berkurang dalam 2-3 hari dan kemudian menghilang dalam 1 minggu.
    - Gangguan pencernaan menahun
    - Nyeri perut yang tidak jelas (samar-samar)
    - Sendawa.

    E. KOMPLIKASI
     Demam tinggi, menggigil, peningkatan jumlah leukosit dan berhentinya gerakan
    usus (ileus) dapat menunjukkan terjadinya abses, gangren atau perforasi kandung
    empedu.
     Serangan yang disertai jaundice (sakit kuning) atau arus balik dari empedu ke
    dalam hati menunjukkan bahwa saluran empedu telah tersumbat sebagian oleh batu
    empedu atau oleh peradangan.
     Jika pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan kadar enzim amilase, mungkin
    telah terjadi peradangan pankreas (pankreatitis) yang disebabkan oleh penyumbatan
    batu empedu pada saluran pankreas (duktus pankreatikus).

    F. Pemeriksaan penunjang
    - CT scan perut
    - Kolesistogram oral
    - USG perut.
    - blood tests (looking for elevated white blood cells)

    G. Penatalaksanaan medis
     - Pengobatan yang biasa dilakukan adalah pembedahan.
    - Kolesistektomi bisa dilakukan melalui pembedahan perut maupun melalui
    laparoskopi.
    - Penderita yang memiliki resiko pembedahan tinggi karena keadaan medis lainnya,
    dianjurkan untuk menjalani diet rendah lemak dan menurunkan berat badan.
    - Bisa diberikan antasid dan obat-obat antikolinergik.


    MANAJEMEN KEPERAWATAN
    A. PENGKAJIAN
    Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
    menyeluruh (Boedihartono, 1994).
    Pengkajian pasien Post operatif (Doenges, 1999) adalah meliputi :
    1). Sirkulasi
    Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular
    perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan
    trombus).
    2). Integritas ego
    Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress
    multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
    Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ;
    stimulasi simpatis.
    3). Makanan / cairan
    Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/
    ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa
    yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi
    4). Pernapasan
    Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
    5). Keamanan
    Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ;
    Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan
    penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat
    keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat
    penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat
    mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
    Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
    6). Penyuluhan / Pembelajaran
    Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi,
    kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic,
    dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau
    tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan
    rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal,
    yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga
    potensial bagi penarikan diri pasca operasi).

    B. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post Operatif meliputi :
    1. Pola nafas, tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular, ketidakseimbangan
    perseptual/kognitif, peningkatan ekspansi paru, obstruksi trakeobronkial.
    2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan kimia misalnya penggunaan
    obat-obat farmasi, hipoksia ; lingkungan terapeutik yang terbatas misalnya
    stimulus sensori yang berlebihan ; stress fisiologis.
    3. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan pembatasan
    pemasukkan cairan tubuh secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak
    normal, pengeluaran integritas pembuluh darah.
    4. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integrittas
    otot, trauma muskuloskletal, munculnya saluran dan selang (Doenges,1999).

    C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
    Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
    untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono,
    1994).
    Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
    telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi ,1995).
    Intervensi keperawatan pada pasien post Operatif (Doenges, 1999) meliputi :
    DP 1 :
    Tujuan : menetapkan pola napas yang normal/efektif dan bebas dari sianosis atau
    tanda-tanda hipoksia lainnya.
    Kriteria hasil : tidak ada perubahan pada frekuensi dan kedalaman pernapasan.
    INTERVENSI
     - Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hiperekstensi rahang,
    aliran udara faringeal oral.
    R : mencegah obstruksi jalan napas.
     - Auskultasi suara napas. Dengarkan ada/tidaknya suara napas.
    R : kurangnya suara napas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mukus atau
    lidah dan dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun pengisapan.
    - Observasi frekuensi dan kedalaman pernapasan, pemakaian otot-otot bantu
    pernapasan, perluasan rongga dada, retraksi atau pernapasan cuping hidung,
    warna kulit, dan aliran udara.
    R : dilakukan untuk memastikan efektivitas pernapasan sehingga upaya
    memperbaikinya dapat segerra dilakukan.
     - Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan
    dan jenis pembedahan.
    R : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aaspirasi dari
    muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian
    bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.
     - Lakukan latihan gerak sesegera mungkin pada pasien yang reaktif dan lanjutkan
    pada periode pascaoperasi.
    R : ventilasi dalam yang aktif membuka alveolus, mengeluarkan sekresi,
    meningkatkan pengangkutan oksigen, membuang gas anastesi ; batuk membantu
    mengeluarkan sekresi dari sistem pernapasan.
     - Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan.
    R : obstruksi jalan napas dapat terjadi karena adanya darah atau mukus dalam
    tenggorok atau trakhea.
    - Kolaborasi, pemberian oksigen sesuai kebutuhan.
    R : dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen yang
    akan diikat oleh Hb yang menggantikan tempat gas anastesi dan mendorong
    pengeluaran gas terssebut melalui zat-zat inhalasi.

    DP 2:
    Tujuan : meningkatkan tingkat kesadaran.
    Kriteria hasil : pasien mampu mengenali keterbatasan diri dan mencari sumber
    bantuan sesuai kebutuhan.
    INTERVENSI
     - Orientasikan kembali pasien secara terus menerus setelah keluar dari pengaruh
    anastesi ; nyatakan bahwa operasi telah selesai dilakukan.
    R : karena pasien telah meningkat kesadarannya, maka dukungan dan jaminan akan
    membantu menghilangkan ansietas.
     - Bicara pada pasien dengan suara yang jelaas dan normal tanpa membentak, sadar
    penuh akan apa yang diucapkan.
    R : tidak dapat ditentukan kapan pasien akan sadar penuh, namun sensori
    pendengaran merupakan kemampuan yang pertama kali akan pulih.
     - Evaluasi sensasi/pergerakkan ekstremitas dan batang tenggorok yang sesuai.
    R : pengembalian fungsi setelah dilakukan blok saraf spinal atau lokal yang
    bergantung pada jenis atau jumlah obat yang digunakan dan lamanya prosedur
    dilakukan.
    - Gunakan bantalan pada tepi tempat tidur, lakukan pengikatan jika diperlukan.
    R : berikan keamanan bagi pasien selama tahap darurat, mencegah terjadinya
    cedera pada kepala dan ekstremitas bila pasien melakukan perlawanan selama
    masa disorientasi.
    - Periksa aliran infus, selang endotrakeal, kateter, bila dipasang dan pastikan
    kepatenannya.
    R : pada pasien yang mengalami disorientasi, mungkin akan terjadi bendungan
    pada aliran infus dan sistem pengeluaran lainnya, terlepas, atau tertekuk.
     - Pertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman.
    R : stimulus eksternal mungkin menyebabkan abrasi psikis ketika terjadi
    disosiasi obat-obatan anastesi yang telah diberikan.


    DP 3 :
    Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat.
    Kriteria hasil : tidak ada ada tanda-tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil,
    kualitas denyut nadi baik, turgor kulit normal, membran mukosa
    lembab dan pengeluaran urine yang sesuai).
    INTERVENSI
    - Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan intra operasi.
    R : dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran
    cairan/kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang mempengaruhi
    intervensi.
     - Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan.
    R : mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan setelaha prosedur pada
    sistem genitourinarius dan atau struktur yang berdekatan mengindikasikan
    malfungsi ataupun obstruksi sistem urinarius.
    - Pantau tanda-tanda vital.
    R : hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan
    kekurangan cairan.
     - Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan
    dan jenis pembedahan.
    R : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aaspirasi dari
    muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian
    bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.
     - Periksa pembalut, alat drain pada interval reguler. Kaji luka untuk terjadinya
    pembengkakan.
    R : perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia/hemoragi.
     - Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
    R : kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan
    sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan.
     - Kolaborasi, berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma ekspander
    sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperluakan.
    R : gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu
    penggangtian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi,
    misalnya ketidak seimbangan.

    DP 4:
    Tujuan : pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.
    Kriteria hasil : pasien tampak rileks, dapat beristirahat/tidur dan melakukan
    pergerakkan yang berarti sesuai toleransi.
    INTERVENSI
     - Evaluasi rasa sakit seccara reguler, catat karakteristik, lokasi dan
    intensiitas (0-10).
    R : sediakan informasi mengenai kebutuhan/efektivitas intervensi.
     - Catat munculnya rasa cemas/takut dan hubungkan dengan lingkungan dan persiapan
    untuk prosedur.
    R : perhatikan hal-hal yang tidak diketahui dan/atau persiapan inadekuat
    misalnya apendikstomi darurat) dapat memperburuk persepsi pasien akan rasa
    sakit.
     - Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan
    pernapasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit.
    R : dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.
     - Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.
    R : pahami penyebab ketidaknyamanan, sediakan jaminan emosional.
     - Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi – Fowler ; miring.
    R : mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi –
    Fowler dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan otot pungguung
    artritis, sedangkan miring mengurangi tekanan dorsal.
     - Observasi efek analgetik.
    R : respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan mungkin menimbulkan
    efek-efek sinergistik dengan zat-zat anastesi.
     - Kolaborasi, pemberian analgetik IV sesuai kebutuhan.
    R : analgetik IV akan dengan segera mencapai pusat rasa saki, menimbulkan
    penghilang yang lebih efektif dengan obat dosis kecil.

    B. EVALUASI
    Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
    pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan
    atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
    Evaluasi yang diharapkan pada pasien post Operatif meliputi : 5
    1. Menetapkan pola napas yang normal/efektif dan bebas dari sianosis atau tanda-
    tanda hipoksia lainnya.
    2. Meningkatkan tingkat kesadaran.
    3. Keseimbangan cairan tubuh adekuat.
    4. Pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.

    DAFTAR REFERENSI :
    Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC.
    http://arifs45.multiply.com/journal/item/8
    http://kamus.landak.com/cari/cholecystectomy
    http://www.mamashealth.com/stomach/cholecy.asp
    http://www.medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=607
    http://www.medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=608
    Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula, Edisi I. Jakarta : EGC.
    Syaifudin, H, B.Ac, Drs. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, Edisi 2.
    Jakarta: EGC.
    Share:

    Askep Ulcus Dekubitus

    ULCUS DEKUBITUS
    Definisi
    Ulkus dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dari bawah kulit bahkan menembus otot sampai mengenai tulang, akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus – menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah.
    Ulkus dekubitus adalah ulkus yang ditimbulkan karena tekanan yang kuat oleh berat badan pada tempat tidur.
    Luka dekubitus adalah nekrosis pada jaringan lunak antara tonjolan tulang dan permukaan padat, paling umum akibat imobilisasi.

    Etiologi
    a) Tekanan
    b) Kelembaban
    c) Gesekan


    Patofisiologi
    Tekanan imobilisasi yang lama akan mengakibatkan terjadinya dekubitus, kalau salah satu bagian tubuh berada pada suatu gradient (titik perbedaan antara dua tekanan). Jaringan yang lebih dalam dekat tulang, terutama jaringan otot dengan suplai darah yang baik akan bergeser kearah gradient yang lebih rendah, sementara kulit dipertahankan pada permukaan kontak oleh friksi yang semakin meningkat dengan terdapatnya kelembaban, keadaan ini menyebabkan peregangan dan angggulasi pembuluh darah (mikro sirkulasi) darah yang dalam serta mengalami gaya geser jaringan yang dalam, ini akan menjadi iskemia dan dapat mengalami nekrosis sebelum berlanjut ke kulit.

    Manifestasi Klinis dan Komplikasi
    a) Tanda cidera awal adalah kemerahan yang tidak menghilang apabila ditekan ibu jari.
    b) Pada cidera yang lebih berat dijumpai ulkus dikulit.
    c) Dapat timbul rasa nyeri dan tanda-tanda sistemik peradangan, termasuk demam dan peningkatan hitung sel darah putih.
    d) Dapat terjadi infeksi sebagai akibat dari kelemahan dan perawatan di Rumah Sakit yang berkepanjangan bahkan pada ulkus kecil.

    Pemeriksaan Diagnostik
    a) Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.
    b) Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.

    Penatalaksanaan medis
    a) Merubah posisi pasien yang sedang tirah baring.
    b) Menghilangkan tekanan pada kulit yang memerah dan penempatan pembalut yang bersih dan tipis apabila telah berbentuk ulkus dekubitus.
    c) Sistemik : antibiotic spectrum luas, seperti :
    Amoxilin 4x500 mg selama 15 – 30 hari.
    Siklosperm 1 – 2 gram selama 3 – 10 hari.
    Topical : salep antibiotic seperti kloramphenikol 2 gram.

    Manajemen Keperawatan
    1.Pengkajian
    a)Aktivitas/ istirahat
    Tanda : penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang gerak.pada area yang sakit gangguannya misalnya otot perubahan tunas.
    b) Sirkulasi
    Tanda : hipoksia, penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cidera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin, pembentukan edema jaringan.
    c) Eleminasi
    Tanda : keluaran urin menurun adalah tidak adanya pada fase darurat, warna mungkin hitam kemerahan , bila terjadi, mengidentifiasi kerusakan otot.
    d)Makanan/cairan
    Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah.
    e) Neurosensori
    Gejala : area kebas/kesemutan
    f) Pernapasan
    Gejala :menurunnya fungsi medulla spinalis, edema medulla, kerusakan neurology, paralysis abdominal dan otot pernapasan.
    g) Integritas ego
    Gejala : masalah keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
    Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, mmenarik diri, marah.
    h) Keamanan
    Tanda : adanya fraktur akibat dilokasi (jatuh, kecelakaan, kontraksi otot tetanik, sampai dengan syok listrik).

    2.Diagnosa Keperawatan
    1)Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
    2)Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang diharuskan, status yang dikondisikan, kehilangan control motorik akibat perubahan status mental.
    3)Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukkan oral.
    4)Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar dekubitus, penekanan respons inflamasi.
    5)Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang etiologi, pencegahan, tindakan dan perawatan dirumah.

    3.Intervensi dan Implementasi
    1)Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan destruksi mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
    - Terapkan prinsip pencegahan luka dekubitus.
    R : prinsip pencegahan luka dekubitus, meliputi mengurangi atau merotasi tekanan dari jaringan lunak.
    - Atur posis pasien senyaman mungkin.
    R : meminimalkan terjadinya jaringan yang terkena dekubitus.
    - Balut luka dengan balutan yang mempertahankan kelembaban lingkungan diatas dasar luka.
    R : luka yang lembab dapat mempercepat kesembuhan.

    2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang diharuskan, status yang dikondisikan, kehilangan control motorik akibat perubahan status mental.
    - Dukungan mobilisasi ketingkat yang lebih tinggi.
    R : gerakan teratur menghilangkan tekanan konsisten diatas tonjolan tulang.
    - Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan, seperti mandi.
    R : meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan control pasien dalam situasi dan peningkatan kesehatan lingkungan.
    - Berikan perhatian khusus pada kulit.
    R : penelitian menunjukkan bahwa kulit sangat rentan untuk mengalami kerusakan karena konsentrasi berat badan.

    3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukkan oral.
    - Beri makan dalm jumlah kecil, sering dan dalam keadaan hangat.
    R : membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukkan, menambah napsu makan.
    - Bantu kebersihan oral sebelum makan.
    R : mulut/peralatan bersih meningkatkan napsu makan yang baik.
    - Pertahankan kalori yang ketat.
    R : pedoman tepat untuk pemasukkan kalori yang tepat.

    4) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar dekubitus, penekanan respons inflamasi.
    - Gunakan tehnik yang tepat selama mengganti balutan.
    R : teknik yang baik mengurangi masuknya mikroorganisme pathogen kedalam luka.
     Ukur tanda – tanda vital .
    R : peningkatan suhu tubuh, takikardia menunjukkan adanya sepsis.
    - Gunakan sarung tangan steril setiap mengganti balutan.
    R : setiap ulkus terkontaminasi oleh mikroorganisme yang berbeda, tindakan ini dapat mencegah infeksi.
    - Cuci dasar luka dengan larutan NaCl 0,9 %.
    R : Dapat membuang jaringan yang mati pada permukaan kulit dan mengurangi mikroorganisme.
    - Berikan obat antibiotic sesuai indikasi.
    R : antibiotic pilihanpada ulkus dekubitus berguna melawan organisme gram negative dan gram positif.

    5) Risiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang etiologi, pencegahan, tindakan dan perawatan dirumah.
    - Anjurkan tindakan untuk mencegah luka dekubitus.
    R : pencegahan luka dekubitus lebih mudah dari pengobatan.
    - Anjurkan tindakan untuk mengobati luka dekubitus.
    R : instruksi spesifik ini membantu pasien dan keluarga belajar untuk meningkatkan penyembuhan dan mencegah infeksi.

    4. Evaluasi
    1) Pasien dapat mencegah dan mengidentifikasi factor penyebab luka dekubitus; menunjukkan kemajuan penyembuhan.
    2) Pasien mempunyai kulit tanpa neritema dan tidak pucat.
    3) Pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan massa otot.
    4) Kulit tidak akan teritasi akibat pemajanan terhadap fekal atau urine drainage.
    5) Menunjukkan hasil pembelajaran yang efektif untuk tujuan pemulangan dan perawatan pasien dirumah.

    DAFTAR PUSTAKA
    Capernito, Linda Juall. 1999. Rencana Diagnosa dan Dokumentasi Keperawatan : Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif Ed.2. Jakarta : EGC.
    Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Keperawatan : Pedoman Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
    Nurachman, Elly. 2001. Nutrisi Dalam Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto.
    Share:

    Askep Pada Klien Susah Tidur (INSOMNIA)

    NURSING CARE IN INSOMNIA
    PENGERTIAN
    Tidur adalah bagian dari ritme biologis tubuh untuk mengembalikan stamina. Kebutuhan tidur bervariasi pada masing-masing orang, umumnya 6-8 jam per hari. Agar tetap sehat, yang perlu diperhatikan adalah kualitas tidur (www.depkes.go.id).
    Insomnia adalah kesukaran dalam memulai atau mempertahankan tidur yang bisa bersifat sementara atau persisten (Kaplan & Sadock, 1997).
    Insomnia adalah salah satu fenomena umum dalam gangguan pola tidur. Jangka panjang dapat menyebabkan menderita gejala somatic dan perkembangan penyakit. Ia bahkan dapat menimbulkan penyakit mental dengan dimensi (www.ncbi.nlm.nih.gov).
    Insomnia insomnia adalah ketidakmampuan untuk tidur, tetap tidur, atau merasa segar dengan tidur. Akut dan sementara selama periode stres, insomnia dapat menjadi kronis, konstan menyebabkan kelelahan, kegelisahan ekstrim sebagai pendekatan sensasi, dan gangguan kejiwaan (www.wrongdiagnosis.com).


    PENYEBAB
    1. karena kondisi medis : tiap kondisi yang menyakitkan atau tidak menyenangkan,sindroma apnea tidur, restless leggs syndrome,faktor diet, parasomnia, efek zat langsung (drugs/alcohol), efek putus zat, penyakit endokrin/metabolik, penyakit infeksi, neoplastic, nyeri/ketidaknyamanan,lesi batang otak/hipotalamus, akibat penuaan.
    2. sekunder karena kondisi psikiatri
    kecemasan, ketegangan otot-otot, perubahan lingkungan, gangguan tidur irama sirkadian, depresi primer, stress pascatraumatik, skizofrenia (Kaplan & Sadock, 1997).
    Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-IV (DSM-IV), menunjukkan beberapa gejala dimana seseorang dapat didiagnosis sedang menderita insomnia karena faktor psikologis, yaitu:

    1. Kesulitan untuk memulai, mempertahankan tidur, dan tidak dapat memperbaiki tidur selama sekurangnya satu bulan merupakan keluahan yang paling banyak terjadi.
    2. Insomnia ini menyebabkan penderita menjadi stres sehingga dapat mengganggu fungsi sosial,pekerjaan atau area fungsi penting yang lain.
    3. Insomnia karena faktor psikologis ini bukan termasuk narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan, gangguan ritme sirkadian atau parasomnia.
    4. Insomnia karena faktor psikologis tidak terjadi karena gangguan mental lain seperti gangguan depresi, delirium.
    5. Insomnia karena faktor psikologis tidak terjadi karena efek fisiologis yang langsung dari suatu zat seperti penyalahgunaan obat atau kondisi medis yang umum.
    Dengan adanya gejela-gejala yang disebutkan oleh Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-IV (DSM-IV), maka insomnia karena faktor psikologis dapat mengganggu berbagai fungsi sosial. (www.e-psikologi.com).

    SIKLUS INSOMNIA KRONIS
    Jika seseorang mengalami insomnia sementara karena faktor psikologis (mengalami kesulitan tidur dengan nyenyak selama kurang lebih satu malam dan kurang dari empat minggu) tetapi tidak dapat beradaptasi dengan penyebab insomnia (tidak mampu mengelola stres tersebut secara sehat) maka akan mengakibatkan seseorang mengalami insomnia jangka pendek (kesulitan tidur nyenyak selama empat minggu hingga enam bulan). Jika insomnia jangka pendek ini tetap tidak dapat diatasi oleh si penderita maka akan mengakibatkan insomnia kronis. Jika terjadi insomnia kronis maka akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk penyembuhannya (www.e-psikologi.com).
    Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam keadaan terjaga. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik, kholonergik, histaminergik.
    • Sistem serotonergik
    Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisma asam amino trypthopan. Dengan    bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat akan    menyebabkan keadaan mengantuk/tidur. Bila serotonin dari tryptopan terhambat pembentukannya, maka terjadikeadaan tidak bisa tidur/jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
    • Sistem Adrenergik
    Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di badan sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron noradrenergic akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.
    • Sistem Kholinergik
    Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini, mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka tamapk gangguan pada fase awal dan penurunan REM.
    • Sistem histaminergik
    Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.
    • Sistem hormon
    Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormone seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter norepinefrin, dopamin, serotonin yang bertugas menagtur mekanisme tidur dan bangun (perawat-jiwatiga.blogspot.com).

    DAMPAK INSOMNIA
    Insomnia dapat mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan, yaitu:
    1. Depresi
    2. Kesulitan untuk berkonsentrasi
    3. Aktivitas sehari-hari menjadi terganggu
    4. prestasi kerja atau belajar mengalami penurunan
    5. Mengalami kelelahan di siang hari
    6. Hubungan interpersonal dengan orang lain menjadi buruk
    7. Meningkatkan risiko kematian
    8. Menyebabkan kecelakaan karena mengalami kelelahan yang berlebihan
    9. Memunculkan berbagai penyakit fisik

    Dampak insomnia tidak dapat di anggap remeh, karena bisa menimbulkan kondisi yang lebih serius dan membahayakan kesehatan dan keselamatan. Oleh karenanya, setiap penderita insomnia perlu mencari jalan keluar yang tepat (www.e-psikologi.com).

    THERAPY
    1. CBT (Cognitive Behavioral Therapy)
    CBT digunakan untuk memperbaiki distorsi kognitif si penderita dalam memandang dirinya, lingkungannya, masa depannya, dan untuk meningkatkan rasa percaya dirinya sehingga si penderita merasa berdaya atau merasa bahwa dirinya masih berharga.

    2. Sleep Restriction Therapy
    Sleep restriction therapy digunakan untuk memperbaiki efisiensi tidur si penderita insomnia.

    3. Stimulus Control Therapy
    Stimulus control therapy berguna untuk mempertahankan waktu bangun pagi si penderita secara reguler dengan memperhatikan waktu tidur malam dan melarang si penderita untuk tidur pada siang hari meski hanya sesaat.

    4. Relaxation Therapy
    Relaxation Therapy berguna untuk membuat si penderita rileks pada saat dihadapkan pada kondisi yang penuh ketegangan.

    5. Cognitive Therapy
    Cognitive Therapy berguna untuk mengidentifikasi sikap dan kepercayaan si penderita yang salah mengenai tidur.

    6. Imagery Training
    Imagery Training berguna untuk mengganti pikiran-pikiran si penderita yang tidak menyenangkan menjadi pikiran-pikiran yang menyenangkan.

    Banyak di antara para penderita insomnia karena factor psikologis yang menggunakan obat tidur untuk mengatasi insomnianya. Namun penggunaan yang terus menerus tentu menimbulkan efek samping yang negative, baik secara fisiologis (efek terhadap organ dan fungsi organ tubuh) serta efek psikologis. Logikanya, insomnia yang disebabkan factor psikologis, berarti factor psikologis itu lah yang harus di atasi, bukan symtomnya. Kalau kita hanya focus mengatasi simtom-nya dengan minum berbagai obat tidur, maka ketika mata terbuka, masalah akan datang kembali, bahkan akan dirasa lebih berat karena dibiarkan berlarut-larut tanpa solusi pada akar masalah.

    Perlu diketahui, bahwa keberhasilan terapi tergantung dari motivasi si penderita untuk sembuh sehingga si penderita harus sabar, tekun dan bersungguh-sungguh dalam menjalani sesi terapi. Selain itu, sebaiknya terapi yang dilakukan juga diiringi dengan pemberian terapi keluarga. Hal ini disebabkan, dalam terapi keluarga, anggota keluarga si penderita dilibatkan untuk membantu kesembuhan si penderita. Dalam terapi keluarga, anggota keluarga si penderita juga diberi tahu tentang seluk beluk kondisi si penderita dan diharapkan anggota keluarganya dapat berempati untuk membantu kesembuhan si penderita.

    ASKEP
    kaji efek samping pengobatan pada pola tidur klien.
    pantau pola tidur klien dan catat hubungan faktor-faktor fisik (misalnya : apnea saat tidur, sumbatan jalan nafas, nyeri/ketidaknyamanan, dan sering berkemih).
    jelaskan pada klien pentingnya tidur adekuat (selama kehamilan, sakit, stress psikososial).
    ajarkan klien dan keluarga untuk menghindari faktor penyebab (misal : gaya hidup, diet, aktivitas, dan faktor lingkungan).
    ajarkan klien dan kelurga dalam teknik relaksasi (pijat/urut sebelum tidur, mandi air hangat, minum susu hangat).

    Solusi mencegah insomnia
    Insomnia karena faktor psikologis dapat dicegah dengan cara memanage stres secara positif dan jika ada mengalami masalah sebaiknya sharing pada seseorang yang dapat Anda percaya. Semoga dengan pembahasan tentang insomnia ini, dapat memberikan manfaat bagi Anda. Dengan informasi ini, diharap kita pun bisa memahami penderita insomnia dan dapat memberikan bantuan yang tepat. Perhatian dan empati terhadap penderita insomnia, bisa sedikit mengobati kegalauan emosi jiwanya. Semoga bermanfaat.

    KEPUSTAKAAN
    http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel_detail.asp?id=483
    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18836979?ordinalpos=2&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_DefaultReportPanel.Pubmed_RVDocSum
    http://www.wrongdiagnosis.com/symptoms/insomnia/causes.htm
    Kaplan, Harold I. & Sadock, Benjamin J. 1997. Sinopsis Psikiatri Jilid 2 edisi 7. Jakarta : Binarupa Aksara.
    Wilkinson, Judit M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.
    Share:

    Model Konseptual MYRA ESTRINE LEVINE

    TEORI LEVINE

    TEORI LEVINE & EMPAT KONSEP POKOK
    Levine menekankan kebutuhan dalam memandang individu sebagai makhluk holistik yang termasuk individu sebagai makhluk yang kompleks. Dia mendefinisikan perawatan berdasarkan pada ketergantungan/ hubungan manusia dengan orang lain. Besarnya ketergantungan ini membuatnya merencanakan empat prinsip konservasi yakni kebutuhan energi dan pemakaiannya, integritas sosial, integritas struktur, integritas personal. Manusia tergantung pada yang lain pada semua aspek kehidupan, makanan, keamanan, rekreasi dan penghargaan. Levine mengharapkan seorang perawat :
    1. mengetahui kekomplekan interaksi
    2. mendukung dalam mempertahankan atau memulihkan hubungan saat klien mengalami gangguan kesehatan.
    Keseimbangan yang normal berubah saat sakit dan klien akan berusaha mengatasi stress nya dan mungkin menunjukkan perubahan pola tingkah laku dan fungsi. Seorang perawat harus mempersepsikan pertanggung jawaban dalam membantu klien untuk mengadaptasi perubahan kearah cara pemeliharaan kesehatan yang positif. Pengaruh masyarakat atau lingkungn dalam teori Levine sangat penting. Inti dari definisi teori Levine bahwa perawatan adalah interaksi antara manusia, ia menggunakan konsep adaptasi dan peningkatan respon tubuh melalui pendekatan sistem.


    TEORI LEVINE DAN PROSES KEPERAWATAN
    Teori perawatan Levine pada pokoknya sama dengan elemen-elemen proses perawatan. Menurutnya harus selalu mengobservasi klien, memberikan intervensi yang tepat sesuai dengan perencanaan dan mengevaluasi. Semua tindakan ini bertujuan untuk membantu klien. Menurutnya dalam perawatan klien, perawat dan klien harus bekerja sama.
    Dalam teori Levine, klien dipandang dalam posisi ketergantungan, sehingga kemampuan klien terbatas untuk berpartisipasi dalam pengumpulan data, perencanaan, implementasi atau semua fase dari posisi ketergantungan. Klien membutuhkan bantuan dari perawat untuk beradaptasi terhadap gangguan kesehatannya. Perawat bertanggung jawab dalam menentukan besarnya kemampuan partisipasi klien dalam perawatan.Dalam fase pengkajian, klien dikaji melalui dua metoda yaitu interview dan observasi. dalam pengkajian berfokus pada klien, keluarga, anggota lainnya, atau hanya mempertimbangkan penjelasan dari mereka dalam membantu memecahkan permasalahan kesehatanklien. Hal ini juga mempengaruhi kesiapan klien dalam menghadapi lingkungan eksternal. Menurut Levine, jika anggota keluarga membutuhkan suatu perjanjian maka keluarga harus menjadi sasaran pengkajian. Dalam pengkajian menyeluruh, perawat menggunakan empat prinsip teori Levine yang disebut pedoman pengkajian. Perawat menitik beratkan pada keseimbangan energi klien dan pemeliharaan integritas klien. Kemudian perawat mengumpulkan sumber energi klien yaitu nutrisi, istirahat (tidur), waktu luang, pola koping, hubungan dengan anggota keluarga/orang lain, pengobatan, lingkungan dan penggunaan energi yakni fungsi dari beberapa sistem tubuh, emosi dan stress sosial dan pola kerja. Juga data tentang integritas struktur klien yaitu pertahanan tubuh, struktur fisik, integritas personal (sistem diri klien) yakni keunikan, nilai, kepercayaan dan integritas sosial yakni : proses keputusan dari klien dan hubungan klien dengan orang lain serta kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain atau masyrakat.
    Setelah mengumpulkan semua data, perawat menganalisa data secara menyeluruh. Analisa ini mencerminkan keseimbangan kekuatan dan kelemahan dari diri klien pada empat area pengkajian (prinsip konservasi). Analisa ini juga membutuhkan pengumpulan data lebih banyak. Dalam menganalisa, konsep dan teori dari disiplin lain juga sama penekanannya.Dalam fase perencanaan dimasukkan tujuan akhir. Proses perawatan menekankan kualitas dari aktivitas klien dan perawat. Bagaimanpun, Levine tidak secara khusus mengidentifikasikan atau menekankan kebutuhan sebagai tujuan akhir. Kesimpulannya mutu adalah sangat penting diaplikasikan dalam teori ini untuk mencapai tujuan klinik. Dasar dari pendapat ini adalah : Posisi ketergantungan dari klien sebagai akibat dari sakit atau bantuan kesehatan yang membutuhkan bantuan perawatan.Tanggung jawab perawat untuk memonitor kondisi klien dalam mengatur keseimbangan antara intervensi keperawatan dan partisipasi klien dalam perawatan. Perawat sebagai individu harus melibatkan klien dalam aktivitas pengkajian dasar dan kemampuan partisipasi klien dalam mencapai tujuan akhir. Tujuan harus mencerminkan usaha membantu klien untuk beradaptasi dan mencapai kondisii sehat. Dalam fase perencanaan, perawat harus menetapkan tujuan :
    1. Menetapkan strategi yang dipakai untuk perencanaan.
    2. Menentukan tingkat perencanaan yang harus dikembangkan untuk mencapai tujuan.
    Levine menyatakan perawat harus mempunyai dasar pengetahui praktis, kemudian tahapan dari perencanaan perawatan harus berdasar dari prinsip, hukum, konsep, teori, dan pengetahuan tentang diri manusia. Dalam mengembangkan perencanaan perawat harus meningkatkan kemampuan partisipasi klien dalam perencanaan perawatan dan mengidentifikasi tingkat partisipasi klien. Selama fase perencanaan perawat boleh konsul dengan team kesehatan lain. Pelaksanaan dari perawatan disebut implementasi. Perawat harus mengawasi respon klien. Data dikumpulkan kemudian dipakai dalam fase evaluasi. Selama fase evaluasi perawat bertanggung jawab untuk memberikan perawatan kepada klien. Teori Levine menyatakan bahwa :
    1. Perawat harus memiliki skill untuk melaksanakan intervensi keperawatan.
    2. Intervensi perawat mendorong adaptasi klien.
    3. Dalam fase evaluasi perawat memusatkan respon dari klien untuk melakukan tindakan perawatan.
    4. Perawat mengumpulkan data tentang respon klien untuk menetukan intervensi perawatan yaitu tentang pengobatan atau support.
    Bagaimana teori Levine berfokus pada orang per orang, berorientasi pada waktu sekarang maupun masa yang akan datang, dan klien dengan gangguan kesehatan membutuhkan intervensi perawatan.

    REFERENSI :
    Dwidiyanti, Mediana. 1998. Aplikasi Konseptual Keperawatan. AKPER DEPKES : Semarang.
    Share:

    Makalah Konsep Dasar Keperawatan Perioperatif

    KONSEP DASAR KEPERAWATAN PERIOPERATIF

    1.KONSEP DASAR
    Tindakan operasi atau pembedahan, baik elektif maupun kedaruratan adalah peristiwa kompleks yang menegangkan. Kebanyakan prosedur bedah dilakukan di kamar operasi rumah sakit, meskipun beberapa prosedur yang lebih sederhana tidak memerlukan hospitalisasi dan dilakukan di klinik-klinik bedah dan unit bedah ambulatori. Individu dengan masalah kesehatan yang memerlukan intervensi pembedahan mencakup pula pemberian anastesi atau pembiusan yang meliputi anastesi lokal, regional atau umum.
    Sejalan dengan perkembangan teknologi yang kian maju. Prosedur tindakan pembedahan pun mengalami kemajuan yang sagat pesat. Dimana perkembangan teknologi mutakhir telah mengarahkan kita pada penggunaan prosedur bedah yang lebih kompleks dengan penggunaan teknik-teknik bedah mikro (micro surgery techniques) atau penggunaan laser, peralatan by Pass yang lebih canggih dan peralatan monitoring yang kebih sensitif. Kemajuan yang sama juga ditunjukkan dalam bidang farmasi terkait dengan penggunaan obat-obatan anstesi kerja singkat, sehingga pemulihan pasien akan berjalan lebih cepat. Kemajuan dalam bidang teknik pembedahan dan teknik anastesi tentunya harus diikuti oleh peningkatan kemampuan masing-masing personel (terkait dengan teknik dan juga komunikasi psikologis) sehingga outcome yang diharapkan dari pasien bisa tercapai.
    Perubahan tidak hanya terkait dengan hal-hal tersebut diatas. Namun juga diikuti oleh perubahan pada pelayanan. Untuk pasien-pasien dengan kasus-kasus tertentu, misalnya : hernia. Pasien dapat mempersiapkan diri dengan menjalani pemeriksaan dignostik dan persiapan praoperatif lain sebelum masuk rumah sakit. Kemudian jika waktu pembedahannya telah tiba, maka pasien bisa langsung mendatangi rumah sakit untuk dilakukan prosedur pembedahan. Sehingga akan mempersingkat waktu perawatan pasien di rumah sakit.
    Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu preoperative phase, intraoperative phase dan post operative phase. Masing- masing fase di mulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas yan dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan. Disamping perawat kegiatan perioperatif ini juga memerlukan dukungan dari tim kesehatan lain yang berkompeten dalam perawatan pasien sehingga kepuasan pasien dapat tercapai sebagai suatu bentuk pelayanan prima.


    2.GAMBARAN UMUM TAHAP DALAM KEPERAWATAN PERIOPERATIF
    Fase pra operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pra operatif dan menyiapkan pasien untuk anstesi yang diberikan dan pembedahan.
    Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh : memberikan dukungan psikologis selama induksi anstesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien d atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesimetrisan tubuh.
    Fase pasca operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan (recovery room) dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Lingkup aktivitas keperawaan mecakup renatang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anstesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keprawatan kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan.

    3.AKTIVITAS KEPERAWATAN DALAM PERAN PERAWAT PERIOPERATIF
    PENGKAJIAN :
    Rumah/Klinik:
    1)Melakukan pengkajian perioperatif awal
    2)Merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien
    3)Melibatkan keluarga dalam wawancara.
    4)Memastikan kelengkapan pemeriksaan pra operatif
    5)Mengkaji kebutuhan klien terhadap transportasi dan perawatan pasca operatif

    Unit Bedah :
    1)Melengkapi pengkajian praoperatif
    2)Koordianasi penyuluhan terhadap pasien dengan staf keperawatan lain.
    3)Menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan hal-hal yang diperkirakan terjadi.
    4)Membuat rencana asuhan keperawatan

    Ruang operasi :
    1)Mengkaji tingkat kesadaran klien.
    2)Menelaah ulang lembar observasi pasien (rekam medis)
    3)Mengidentifikasi pasien
    4)Memastikan daerah pembedahan

    Perencanaan :
    1)Menentukan rencana asuhan
    2)Mengkoordinasi pelayanan dan sumber-sumber yang sesuai (contoh: Tim Operasi).

    Dukungan Psikologis :
    1)Memberitahukan pada klien apa yang terjadi
    2)Menentukan status psikologis
    3)Memberikan isyarat sebelumnya tentang rangsangan yang merugikan, seperti : nyeri.
    4)Mengkomunikasikan status emosional pasien pada anggota tim kesehatan yang lain yang berkaitan.

    4.PEMBEDAHAN : INDIKASI DAN KLASIFIKASI
    Tindakan pembedahan dilakukan dengan berbagai indikasi, diantaranya adalah :
    1)Diagnostik : biopsi atau laparotomi eksplorasi
    2)Kuratif : Eksisi tumor atau mengangakat apendiks yang mengalami inflamasi
    3)Reparatif : Memperbaiki luka multipel
    4)Rekonstruktif/Kosmetik : mammoplasty, atau bedah platik
    5)Palliatif : seperti menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh : pemasangan selang gastrostomi yang dipasang untuk mengkomponsasi terhadap ketidakmampuan menelan makanan.

    Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :
    1)Kedaruratan/Emergency
    Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam jiwa. Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka bakar sanagat luas.

    2)Urgen
    Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30 jam. Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.

    3)Diperlukan
    Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan dalam bebeapa minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih. Gangguan tyroid, katarak.

    4)Elektif
    Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak dilakukan pembedahan maka idak terlalu membahayakan. Contoh : perbaikan Scar, hernia sederhana, perbaikan vaginal.

    5)Pilihan
    Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan estetika. Contoh : bedah kosmetik.

    Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi :
    1)Minor
    Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Contoh : incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi
    2)Mayor
    Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius. Contoh : Total abdominal histerektomi, reseksi colon, dll.


    5.KEPERAWATAN PRE OPERATIF
    A.PENDAHULUAN
    Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.

    B. PERSIAPAN KLIEN DI UNIT PERAWATAN
    a)PERSIAPAN FISIK
    Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu :
    Persiapan di unit perawatan
    Persiapan di ruang operasi
    Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain :
    1)Status kesehatan fisik secara umum
    Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.

    2)Status Nutrisi
    Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.

    3)Keseimbangan cairan dan elektrolit
    Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 - 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 - 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.

    4)Kebersihan lambung dan kolon
    Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).

    5)Pencukuran daerah operasi
    Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
    Daeran yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.

    6)Personal Hygine
    Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memeberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.

    7)Pengosongan kandung kemih
    Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi balance cairan.

    8)Latihan Pra Operasi
    Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan.
    Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :
     Latihan Nafas Dalam
    Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
     Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
     Letakkan tangan diatas perut
     Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat.
     Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
     Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)
     Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.

     Latihan Batuk Efektif
    Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :
     Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk.
     Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
     Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi.
     Ulangi lagi sesuai kebutuhan.
     Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk.

     Latihan Gerak Sendi
    Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan.
    Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri.
    Status kesehatan fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang akan mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukung dan mempengaruhi proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga faktor usia/penuaan dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan pembedahan/operasi. Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain :
     Usia
    Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun . sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ.
     Nutrisi
    Kondisi malnutrisi dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada orang malnutisi maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis protein).
    Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak, terutama sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik. Oleh karenanya dehisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes sering sulit dirawat karena tambahan beraat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaaring miring dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pascaoperatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obes.
     Penyakit Kronis
    Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi kalori untuk penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca pembedahan sangat tinggi.
     Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin
    Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes mellitus yang tidak terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan akibat agen anstesi. Atau juga akibat masukan karbohidrat yang tidak adekuart pasca operasi atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi adrenal. Pengguanaan oabat-obatan kortikosteroid harus sepengetahuan dokter anastesi dan dokter bedahnya.
     Merokok
    Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler, terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah sistemiknya.
     Alkohol dan obat-obatan
    Individu dengan riwayat alkoholic kronik seringkali menderita malnutrisi dan masalah-masalah sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan. Pada kasus kecelakaan lalu lintas yang seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan operasi darurat perlu dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari asprirasi dengan pemasangan NGT.

    b)PERSIAPAN PENUNJANG
    Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak meungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain.
    Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan apakan kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan berbagai macam pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.

    Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan penunjang antara lain :
    1)Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI (Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
    2)Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT, ureum kretinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan darah.
    3)Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
    4)Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
    5)Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).

    c)PEMERIKSAAN STATUS ANASTESI
    Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. Berikut adalah tabel pemeriksaan ASA.

    ASA grade I
    Status fisik : Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal: penderita dengan herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi muda yang sehat.
    Mortality (%) : 0,05.

    ASA grade II
    Status fisik : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan oleh penyakit yang akan dibedah. Misal: penderita dengan obesitas, penderita dengan bronkitis dan penderita dengan diabetes mellitus ringan yang akan mengalami appendiktomi
    Mortality (%) : 0,4.

    ASA grade III
    Status fisik : Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes mellitus dengan komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendisitis akut.
    Mortality (%) : 4,5.

    ASA grade IV
    Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard
    Mortality (%) : 25.

    ASA grade V
    Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard
    Mortality (%) : 50.

    d)INFORM CONSENT
    Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).
    Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan.
    Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak meka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga.

    e)PERSIAPAN MENTAL/PSIKIS
    Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.
    Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis (Barbara C. Long).
    Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan ketakutan antara lain :
    Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan.
    Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda.
    Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman operasi sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi sesungguhnya perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang dalam menghadapi pembedahan. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain :
    Takut nyeri setelah pembedahan
    Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body image)
    Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)
    Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit yang sama.
    Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
    Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
    Takut operasi gagal.
    Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support system.
    Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain :
    Pengalaman operasi sebelumnya
    Persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan/alasan tindakan operasi
    Pengetahuan pasien dan keluarga tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang.
    Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar operasi.
    Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, intra, post operasi)
    Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll.
    Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini berarti telah menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa hari/minggu yang lalu. Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang terdekat pasien.
    Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi.
    Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan berbagai cara:
    Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dll.
    Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien mejadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien.
    Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan mempersiapkan mental pasien dengan baik
    Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.
    Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
    Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.
    Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk mengantar pasien samapi ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi.

    f)OBAT-OBATAN PRE MEDIKASI
    Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Obat-obatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam. Antibiotik profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca bedah 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien.


    C.MANAJEMEN KEPERAWATAN
    a)PENGKAJIAN
    Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
    Pengkajian pasien Pre operatif (Marilynn E. Doenges, 1999) meliputi :

    Sirkulasi
    Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus.

    Integritas ego
    Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
    Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.

    Makanan / cairan
    Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).

    Pernapasan
    Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.

    Keamanan
    Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
    Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.

    Penyuluhan / Pembelajaran
    Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).

    b)DIAGNOSA KEPERAWATAN
    Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
    Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Pre Operatif (Wilkinson, M. Judith, 2006) meliputi :
    1.Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.
    2.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek samping penanganan, factor budaya atau spiritual yang berpengaruh pada perubahan penampilan.
    3.Koping individu, ketidakefektifan berhubungan dengan perubahan penampilan, keluhan terhadap reaksi orang lain, kehilangan fungsi, diagnosis kanker.
    4.Proses keluarga, perubahan berhubungan dengan terapi yang kompleks, hospitalisasi/perubahan lingkungan, reaksi orang lain terhadap perubahan penampilan.
    5.Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit/prognosis (misalnya kanker), ketidakberdayaan.
    6.Mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan penurunan rentang gerak, kerusakan saraf/otot, dan nyeri.

    c)INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
    Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
    Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
    Intervensi dan implementasi keperawatan pasien Pre Operatif (Wilkinson, M. Judith, 2006) adalah :

    1.Ansietas adalah suatu keresahan, perasaan ketidaknyamanan yang tidak mudah atau dread yang disertai dengan respons autonomis ; sumbernya seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu ; perasaan khawatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.ini merupakan tanda bahya yang memperingatkan bahaya yang akan terjadi dan memampukan individu untuk membuat pengukuran untuk mengatasi ancaman.
    Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
    Kriteria hasil :
    - klien mampu merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang membuat stress.
    - klien mampu mempertahankan penampilan peran.
    - klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
    - klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
    - tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.

    INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
    Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
    R : memudahkan intervensi.
    Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di masa lalu.
    R : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan kemampuan mengontrol ansietas.
    Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan.
    R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
    Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapa-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
    R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan.
    Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari meskipun dalam keadaan cemas.
    R : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas kemampuannya.
    Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
    R : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
    Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
    R : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
    Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
    R : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.

    2.Gangguan citra tubuh adalah konfusi pada gaambaran mental dari fisik seseorang.
    Tujuan : pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
    Kriteria hasil :
    - pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
    - memiliki keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami gangguan.
    - menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh.

    INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
    Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien tentang tubuhnya.
    R : factor yang mengidentifikasikan adanya gangguan persepsi pada citra tubuh.
    Kaji harapan pasien tentang gambaran tubuh.
    R : mungkin realita saat ini berbeda dengan yang diharapkan pasien sehingga pasien tidak menyukai keadaan fisiknya.
    Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif, dan akui realitas adanya perhatian terhadap perawatan, kemajuan dan prognosis.
    R : meningkatkan perasaan berarti, memudahkan saran koping, mengurangi kecemasan.
    Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan martabat pasien.
    R : menciptakan suasana saling percaya, meningkatkan harga diri dan perasaan berarti dalam diri pasien.

    3.Koping individu, ketidakefektifan adalah ketidakmampuan membuat penilaian yang tepat terhadap stressor, pilihan respons untuk bertindak secara tidak adekuat, dan atau ketidakmampuan untuk menggunakan sumber yang tersedia.
    Tujuan : pasien menunjukkan koping yang efektif.
    Kriteria hasil :
    - pasien akan menunjukkan minat terhadap aktivitas untuk mengisi waktu luang.
    - mengidentifikasikan kekuatan personal yang dapat mengembangkan koping yang efektif.
    - menimbang serta memilih diantara alternative dan konsekuensinya.
    - berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).

    INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
    Kaji pandangan pasien terhadap kondisinya dan kesesuaiannya dengan pandangan pemberi pelayanan kesehatan.
    R : mengidentifikasi persepsi pasien terhadap kondisinya.
    Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
    R : menghindari ketakutan dan menciptakan hubungan saling percaya, memudahkan intervensi
    Anjurkan pasien untuk mengidentifikasi gambaran perubahan peran yang realitas.
    R : memberikan arahan pada persepsi pasien tentang kondisi nyata yang ada saat ini.
    Bantu pasien dalam mengidentifikasi respons positif dari orang lain.
    R : meningkatkan perasaan berarti, memberikan penguatan yang positif.
    Libatkan sumber-sumber yang ada di rumah sakit dalam memberikan dukungan emosional untuk pasien dan keluarga.
    R : menciptakan suasana saling percaya, perasaan berarti, dan mengurangi kecemasan.

    4.Proses keluarga, perubahan adalah suatu perubahan dalam hubungan dan/atau fungsi keluarga.
    Tujuan : pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran keluarga.
    Kriteria hasil :
    - pasien/keluarga mampu mengidentifikasi koping.
    - paien/keluarga berpartisipasi dalam proses membuat keputusan berhubungan dengan perawatan setelah rawat inap.

    INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
    Kaji interaksi antara pasien dan keluarga.
    R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
    Bantu keluarga dalam mengidentifikasi perilaku yang mungkin menghambat pengobatan.
    R : mempengaruhi pilihan intervensi.
    Diskusikan dengan anggota keluarga tentang tambahan ketrampilan koping yang digunakan.
    R : membantu keluarga dalam memilih mekanisme koping adaptif yang tepat .
    Dukung kesempatan untuk mendapatkan pengalaman masa anak-anak yang normal pada anak yang berpenyakit kronis atau tidak mampu.
    R : memudahkan keluarga dalam menciptakan/memelihara fungsi anggota keluarga.

    5.Ketakutan adalah ansietas yang disebabkan oleh sesuatu yang dikenali secara sadar dan bahaya nyata dan dipersepsikan sebagai bahaya yang nyata.
    Tujuan : pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
    Kriteria hasil :
    - mencari informasi untuk menurunkan ketakutan.
    - menggunakan teknik relaksasi untuk menurnkan ketakutan.
    - mempertahankan penampilan peran dan hubungan social.

    INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
    Kaji respons takut subjektif dan objektif pasien.
    R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
    Berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku yang dapat menurunkan atau mengurangi takut.
    R : mempertahankan perilaku koping yang efektif.
    Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan.
    R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
    Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani.
    R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan.

    6.Mobilitas fisik, hambatan adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
    Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
    Kriteria hasil :
    - penampilan yang seimbang..
    - melakukan pergerakkan dan perpindahan.
    - mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
     0 = mandiri penuh
     1 = memerlukan alat Bantu.
     2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
     3 =membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
     4 =ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.

    INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
    Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
    R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
    Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
    R : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
    Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
    R : menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
    Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
    R : mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
    Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
    R : sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

    d)EVALUASI
    Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001).
    Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Pre Operasi Tumor adalah :
    1)Ansietas berkurang/terkontrol.
    2)Pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
    3)Pasien menunjukkan koping yang efektif.
    4)Pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran keluarga.
    5)Pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
    6)Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.


    DAFTAR PUSTAKA
    1.Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta.
    2.Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
    3.Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi Operasi. Sahabat Setia : Yogyakarta.
    4.Effendy, Christantie. 2002. Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah : Preoperatif Nursing, Tidak dipublikasikan : Yogyakarta.
    5.Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3. EGC, Jakarta.
    6.Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.
    7.Shodiq, Abror. 2004. Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito Yogyakarta, Tidak dipublikasikan : Yogyakarta.
    8.Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC : Jakarta.
    9.Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Brunner Suddarth, Vol. 1. EGC : Jakarta.
    10.Wibowo, Soetamto, dkk. 2001. Pedoman Teknik Operasi OPTEK, Airlangga University Press : Surabaya.
    11.Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
    12.www.elearning.unej.ac.id
    Share: